2014: Tahun Kuda Kayu Menurut Budaya Tionghoa |
Eng
Bok adalah pedagang aneka kue di Pasar Citeureup Bogor, langganan
almarhum Ibu dan Nenek saya. Eng Bok fasih berbahasa Sunda dan sangat
ramah kepada konsumen. Dia sering kasih discount jika konsumen
belanja banyak. Saya sering lewati tokonya jika pulang sekolah dengan
jalan kaki. Tokonya yang dekat Bioskop Palapa Citeureup selalu ramai
pembeli. Hoki benar Eng Bok dengan usahanya. Dengan berniaga dia punya
rumah yang sangat besar. Bahkan tokonya semakin banyak. Saya kaget,
dikemudian hari ada perubahan dalam penampilan Eng Bok, sekarang dia
memiliki janggut dan berkopiah putih. Ternyata Eng Bok menjadi seorang
Mualaf. Wajar jika Eng Bok masuk Islam, karena 99% konsumennya orang
Sunda yang dikenal Muslim taat. Sebagian besar, keluarga besar Eng Bok
Masuk Islam.
Yang
kedua, saya kenal Eng Lim. Berbeda dengan Eng Bok yang kaya raya, Eng
Lim hanya berprofesi sebagai sopir. Eng lim dikampung saya dikenal
sebagai penyedia transportasi untuk mengangkut hasil kerajinan Desa
Tarikolot dan hasil Bumi dari daerah Hambalang atau Tajur. Kendaraan
yang dimiliki Eng Lim hanya mobil Colt bak terbuka butut yang sudah
layak dibesituakan. Kebetulan Eng Lim kenal dekat dengan almarhum Kakek
yang dulu dikenal sebagai Saudagar terpandang . Kebetulan Kakek punya 2
unit mobil bak terbuka dan satu truk yang juga dioperasionalkan seperti
mobil Eng Lim, hanya saja Mobil Kakek jauh lebih bagus..he..he.
Eng
Lim memang sedikit dari keturunan Tiong Hoa yang mau bekerja kasar.
Jika mau berangkat sekolah di Cibinong, Saya sering lihat mobil Eng Lim
mangkal bersama mobil bak terbuka lainnya untuk menunggu pelanggan di
depan Kantor Koramil Citeureup , dia membaur dengan sopir lain sambil
ngopi dan main kartu. Dari deretan mobil-mobil bek terbuka, mobil Eng
Lim yang berbeda sendiri, karena saking bututnya..he..he. Saya sering
geli melihatnya. Kok orang Tionghoa punya mobil jelek sekali he..he.
Namun, karena keuletan Eng Lim, beberapa tahun kemudian Mobil Colt butut
era 70-an Eng Lim sudah berganti menjadi mobil Mitsubihi L-300.
Kesamaan
Eng Lim dan Eng Bok adalah ramah, fasih berbahasa Sunda, serta mudah
bergaul dengan pribumi. Di Citeureup memang ada wilayah pecinan tempat
keturunan Tinghoa menetap sejak abad 18 atau 19 yakni Kampung Pulo,
mereka dikenal dengan China Citeureup. Ketika imlek pertama kali
dijadikan hari libur nasional, Metro TV menyiarkan secara langsung
perayaan Imlek di Kampung tersebut. Bagi warga Kampung Pulo dan
keturunan Tiong Hoa lainnya di Citeureup, sejak dulu tidak ada
diskriminasi, karena mereka mudah bergaul dengan warga pribumi lainnya.
Hanya saja perayaan Imlek di jaman orde baru tidak semeriah sekarang.
Pernah saya ajak Istri untuk menyaksikan acara Imlek di Kampung Pulo
tersebut.
Walau agak terlambat, saya ucapkan, Selamat Imlek...Gong Xi Fat Cai dan Cap Go Meh