Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

Eng Bok dan Eng Lim

2014: Tahun Kuda Kayu Menurut Budaya Tionghoa
Siapa bilang keturunan Tiong Hoa eksklusif. Sejak kecil, saya kenal dua orang keturunan Tiong Hoa yang bersahaja dan mau membaur dengan pribumi. Sebut saja namanya  Eng Bok dan Eng Lim.

Eng Bok adalah pedagang aneka kue di Pasar Citeureup Bogor, langganan almarhum Ibu dan Nenek saya. Eng Bok fasih berbahasa Sunda dan sangat ramah kepada konsumen. Dia sering kasih discount jika konsumen belanja banyak. Saya sering lewati tokonya jika pulang sekolah dengan jalan kaki. Tokonya yang dekat Bioskop Palapa Citeureup selalu ramai pembeli. Hoki benar Eng Bok dengan usahanya. Dengan berniaga dia punya rumah yang sangat besar. Bahkan tokonya semakin banyak. Saya kaget, dikemudian hari ada perubahan dalam penampilan Eng Bok, sekarang dia memiliki janggut dan berkopiah putih. Ternyata Eng Bok menjadi seorang Mualaf. Wajar jika Eng Bok masuk Islam, karena 99% konsumennya orang Sunda yang dikenal Muslim taat. Sebagian besar, keluarga besar Eng Bok Masuk Islam.

Yang kedua, saya kenal Eng Lim. Berbeda dengan Eng Bok yang kaya raya, Eng Lim hanya berprofesi sebagai sopir. Eng lim dikampung saya dikenal sebagai penyedia transportasi untuk mengangkut hasil kerajinan Desa Tarikolot dan hasil Bumi dari daerah Hambalang atau Tajur. Kendaraan yang dimiliki Eng Lim hanya mobil Colt bak terbuka butut yang sudah layak dibesituakan. Kebetulan Eng Lim kenal dekat dengan almarhum Kakek yang dulu dikenal sebagai Saudagar terpandang . Kebetulan Kakek punya 2 unit mobil bak terbuka dan satu truk yang juga dioperasionalkan seperti mobil Eng Lim, hanya saja Mobil Kakek jauh lebih bagus..he..he.

Eng Lim memang sedikit dari keturunan Tiong Hoa yang mau bekerja kasar. Jika mau berangkat sekolah di Cibinong, Saya sering lihat mobil Eng Lim mangkal bersama mobil bak terbuka lainnya untuk menunggu pelanggan di depan Kantor Koramil Citeureup , dia membaur dengan sopir lain sambil ngopi dan main kartu. Dari deretan mobil-mobil bek terbuka, mobil Eng Lim yang berbeda sendiri, karena saking bututnya..he..he. Saya sering geli melihatnya. Kok orang Tionghoa punya mobil jelek sekali he..he. Namun, karena keuletan Eng Lim, beberapa tahun kemudian Mobil Colt butut era 70-an Eng Lim sudah berganti menjadi mobil Mitsubihi L-300.

Kesamaan Eng Lim dan Eng Bok adalah ramah, fasih berbahasa Sunda, serta mudah bergaul dengan pribumi. Di Citeureup memang ada wilayah pecinan tempat keturunan Tinghoa menetap sejak abad 18 atau 19 yakni Kampung Pulo, mereka dikenal dengan China Citeureup. Ketika imlek pertama kali dijadikan hari libur nasional, Metro TV menyiarkan secara langsung perayaan Imlek di Kampung tersebut. Bagi warga Kampung Pulo dan keturunan Tiong Hoa lainnya di Citeureup, sejak dulu tidak ada diskriminasi, karena mereka mudah bergaul dengan warga pribumi lainnya. Hanya saja perayaan Imlek di jaman orde baru tidak semeriah sekarang. Pernah saya ajak Istri untuk menyaksikan acara Imlek di Kampung Pulo tersebut.

Walau agak terlambat, saya ucapkan, Selamat Imlek...Gong Xi Fat Cai dan Cap Go Meh

Menyusuri Kota Tua Teluk Betung

Vihara Thay Hin Bio di Teluk Betung Lampung
Akhir pekan lalu, kebetulan masih tanggal muda, seperti biasa, saya mengajak Istri dan si kecil Muhammad Rafif (3 tahun), jalan-jalan “berburu” kuliner di Bandar Lampung. Kali ini coba menikmati kembali Sop Kaki sapi Betawi Bang Rusman, yang berlokasi disalah satu sudut kota tua Teluk Betung, Bandar Lampung. Sop Kaki sapi Betawi Bang Rusman, memang tempat Favorit kami untuk makan siang di akhir pekan. Selain Sopnya lumayan enak, harganya juga terjangkau (kalau pas tanggal muda..he..he)

Kurang dari setengah jam, satu mangkuk sop kaki sapi dan satu piring nasi plus (Nambah nasi maksudnya..he..he), sudah “rampung” pindah posisi ke dalam perut. Si kecil rafif yang dipesankan sate ayam, tampak sibuk belajar menggigit sate dengan mulut blepotan. Sedangkan Mamahnya asyik dengan satu mangkuk Sop daging sapi pedas. Setelah membayar dengan satu lembar lima puluh ribuan, 45 menit berselang, kami beranjak dari rumah makan tersebut.

Lalu dengan “menunggang” Motor Bebek (tidak boleh sebutkan nama pabrikannya, takut dianggap iklan…he..he), kami menyusuri sudut-sudut Kota Tua Teluk Betung. Bagi saya, sebagai pendatang dari Pulau Jawa, Kota Teluk Betung memiliki keunikan tersendiri.

Mengamati bangunan-bangunan di Teluk Betung, seolah membawa saya melihat Kota Bogor di era 80-an, khususnya daerah “Pecinan” di Jalan Surya Kencana Bogor. Kebetulan, saya berasal dari Bogor, baru dua tahun menetap di Bandar Lampung dan bermukim di daerah Way Halim.

Teluk Betung adalah kota pesisir pantai, dan Kota tertua di Bandar Lampung. Kota perdagangan utama di Bandar Lampung ini pernah hancur ketika Gunung Krakatau meletus tahun 1883. Saya pernah bertugas di Aceh pasca tsunami, membayangkan kondisi Teluk Betung yang lokasinya pas dibibir pantai pasca bencana Gunung Krakatau.

Saya pernah menyaksikan kota Calang yang hancur 90%. Sejauh mata memandang di Kota Calang yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Aceh Jaya itu, rata dengan tanah. Mungkin waktu itu, Teluk betung seperti Kota Calang, walau belum padat seperti sekarang, pasti rata dengan tanah.

Teluk Betung Kota Tua Yang Pluralis

Bisa dikatakan Teluk Betung adalah kota yang sangat plural. Hal ini bisa terlihat banyaknya rumah ibadah dari berbagai agama yang jaraknya berdekatan. Ada Mesjid, Gereja dan Vihara. Tidak jauh dari tempat kami makan siang tadi, tampak sebuah Gereja dengan arsitektur Eropa sedang dipenuhi jemaat yang beribadah, Gereja Bethel namanya . Tampak mobil-mobil jemaat berjejer memadati badan jalan sampai dua lajur.

Kemudian ada juga rumah ibadah yang menjadi ikon Kota Teluk Betung, yaitu Vihara Thay Hin Bio. Rumah Ibadah ummat Konghucu ini memiliki arsitektur yang sangat indah sekali. Dindingnya bercat merah dan ada hiasan ornamen naga di pintu gerbang dan pilar-pilarnya. Melihat Vihara Thai Hin Bio dan lingkungan sekitarnya, seolah-olah kita sedang berada di negeri Tiongkok. Memang, Teluk Betung merupakan Chinatown atau Pecinan-nya Bandar Lampung.

Saya penasaran dengan keberadaan Pecinan di Teluk Betung. Sejak kapan, dan abad ke berapa keberadaan etnis Tionghoa di wilayah Teluk Betung ini mulai menetap. Namun yang pasti warga Tionghoa sangat berjasa membangun kota ini, sehingga bergeliat menjadi bandar perdagangan yang maju pesat.
 
Pecinan Teluk Betung, tak beda jauh dengan wilayah-wilayah Pecinan lainnya. Ditiap hunian warga Cina di wilayah ini, selalu kita temui ornamen-ornamen khas Tionghoa yang di dominasi dengan warna merah menyala seperti di Vihara tadi.

Menikmati Pecinan Teluk Betung di Hari Minggu memang mengasyikan, jalanannya sepi, sehingga saya bisa membawa motor dengan santai sambil menikmati pemandangan jejeran gedung-gedung tua berlantai dua yang berfungsi sebagai toko. Sebagian besar pemilik toko di daerah Teluk Betung adalah keturunan dari Tionghoa. Beberapa dari mereka menjual produk atau oleh-oleh khas Propinsi Lampung. Salah satu toko penjual oleh-oleh khas Lampung adalah Toko Yen-Yen.

Toko Manisan Yen- Yen, bagi masyarakat Lampung sudah tidak asing lagi. Toko ini menyediakan aneka jajanan khas Lampung, misalnya keripik pisang, kerupuk kemplang, manisan buah, kopi, lempok dan Kopi Luwak. Lokasinya berada di Jalan Ikan Kakap No. 86 Teluk Betung. Sebenarnya masih banyak toko-toko lainnya yang menjual oleh-oleh khas Lampung dengann harga yang lebih murah, seperti di sentra penjuak kripik di Jalan Gang PU, Kedaton Tanjung Karang (Ditulisan berikutnya saya akan bahas sentra industri ini).

Sebenarnya, Kota Teluk Betung jika dikembangkan dan ditata lebih baik lagi, berpotensi menjadi objek wisata yang bisa menarik banyak Pelancong dari luar kota, khususnya dari Pulau Jawa.

Pemerintah Kota Bandar Lampung bisa belajar dari DKI Jakarta yan berhasil mengembangkan kota tua-nya setelah melakukan revitalisasi besar-besaran. Yang menjadi unggulan Teluk Betung adalah banyaknya situs budaya Tionghoa. Memang Pecinan Teluk Betung tidak jauh dengan wilayah-wilayah Pecinan lainnya. Tapi tetap memiliki ciri khas.

Jadi bagi anda yang berencana berkunjung ke Bandar Lampung, Jangan Lupa mampir di Teluk Betung.

Muhammad Ridwan
*) Citizen Reporter di www.mediawarga.info