Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

» » Ketika "Ngangkang" Jadi Perbincangan

Peraturan Daerah (Perda) Kota Lhokseumawe tentang tatacara berkendara Motor yang tidak boleh "Ngangkang" bagi kaum Hawa menuai banyak protes.

Komisi Nasional Anti Kekerasan Perempuan (Komnas Perempuan) menilai larangan perempuan duduk ngangkang di sepeda motor, adalah peraturan sia-sia. Selain tidak perlu diatur, hal tersebut dianggap mengada-ada dan bermuatan politis. Dilansir Okezone.com (Kamis, 03 Januari 2013).

Bagi yang belum pernah ke Aceh, kontroversi tentang Perda tersebut mungkin terdengar Aneh.

Sepengetahuan saya yang pernah bertugas di Aceh  sebagai relawan kemanusiaan pasca tsunami Aceh (2005-2007),  kereta (sebutan motor oleh saudara kita di Aceh) adalah jenis transportasi yang sangat penting bagi kaum Hawa. Hampir sebagian besar kaum Hawa disana bisa mengendarai Kereta, seperti halnya di Yogyakarta dan kota-kota lainnya di Pulau Jawa banyak kaum Hawa pandai mengayuh Sepeda.


Jujur, saya sendiri "dipaksa" untuk belajar supaya  bisa bawa Kereta di Aceh, karena malu sama Inong Aceh dan mantan pacar (Sekarang jadi Istri ) yang lihai bawa Kereta sendiri antara Banda Aceh - Lamno sejauh 120 Km..he..he.

Kontroversi Perda tersebut ramai juga diperbincangkan di  media sosial Facebook (FB). Contohnya ketika saya memposting tautan berita tersebut ke Wall FB saya. Beragam komentarnya, dari yang mendukung sampai ada yang mencibirnya. Salah satu komentarnya datang dari Sayuti, aktifis Partai Lokal Aceh,  Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) yang merupakan teman saya sewaktu bertugas di Aceh

"Setuju dengan aturan itu, karena peraturan seperti itu akan mengatur kendaraan mana yang boleh/tidak boleh dikendarai kaum hawa. Jadi derajat Perempuan dalam peraturan tersebut cukup tinggi dan mendapatkan kedudukan terhormat. Karena perempuan dalam kontek ini tidak boleh lagi mengendarai motor (Roda dua), jadi mau tidak mau kalangan perempuan wajib bisa membawa mobil". Komentar Sayuti di Status FB saya. 

Namun ada juga teman dari Aceh yang mengkritisi Perda tersebut, malah dari salah satu Muslimah Aceh sendiri. Lisadianti adalah salah satu senior saya dalam Program Penanggulangan Kemiskinan di Aceh. 

"Benar, problemnya bukan pada duduk mengangkangnya, tapi busana atas yang pendek, yang terbuka ketika duduk di motor, sehingga menempelnya tubuh pada yang bukan mahram, serta pikiran kotor laki-laki yang memandang perempuan duduk mengangkang sebagai objek sex. Jadi bukan duduk mengangkangnya yang dilarang.. Makanya peraturan aneh sedunia.. *miris*" Komentar Lisadianti.

Namun ada juga yang berpendapat bahwa polemik Perda tersebut terlalu dibesar-besarkan karena sebagian masyarakat Indonesia terlalu alergi terkait hukum Syariah Islam.

" Suatu hal yang tidak perlu dipolemikkan, kadang suatu hal yang dipermasalahkan dilatarbelakangi ketidaksukaan terhadap Hukum Syariah Islam" Komentar Jaya Shodiqin, teman SMA saya yang berasal dari Kota Langsa, Aceh Timur. Sekarang  beliau sudah jadi Perwira Angkatan Udara dan bertugas di Pangkalan Udara Kendari, Sulawesi Tenggara.

Dan kritik yang lebih tajam datang juga dari teman SMA saya yang sedang studi di negeri Sakura, Awwaludin.

"Pemda Aceh (Maksudnya Pemda Lhokseumawe-Red) kagak ada kerjaan ngurusin per-ngangkangan, masalah ummat banyak yang lebih penting..HADEUH". 

" Btw, sebetulnya cara bawa motor yang gak ngangkang gimana ya? ada yang bisa describe dengan bahasa yang dimengerti? karena mengangkang/astride tidak harus membuka kedua kaki secara lebar, tapi posisi "mengendarai" di mana setiap kaki berada pada salah satu sisi kendaraan atau with a leg on either side, itu sendiri sudah termasuk mengangkang, nah masalahnya, kalau tidak mengangkang atau tidak ditaruh di setiap sisi motor.. itu kaki yang dua belah itu mau ditaruh di mana ya???". Lebih lanjut dia mengungkapkan, sambil dia menyuruh saya buka link kamus Bahasa Indonesia untuk mencari pengertian "Ngangkang".

Saya jadi geli, baca status teman tersebut yang sedang mengambil gelar S-3 di Kota Tokyo. Memang kontoversi Perda tersebut menjadi mendunia karena dimuat juga oleh Media Online luar negeri. 

Pro dan Kontra Perda yang dikeluarkan Pemkot Lhokseumawe akhirnya mendapat perhatian dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Melalui KH. Amidhan, MUI pusat menjelaskan dalam Syariat Islam tidak ada aturan yang secara jelas membahas perempuan duduk ngangkang, hal tersebut lebih menyangkut etika dan sopan santun, bukan pada hukum Syariat Islam. Seperti dilansir Okezone.com (Kamis, 03/01/2013).

Menurut saya, bagaimanapun kita harus hormati Perda tersebut, karena Provinsi NAD adalah wilayah dengan otonomi khusus yang berdasarkan Syariah Islam.

Saya setuju dengan pendapat Saudari Lisadianti, sekarang yang paling penting bukan masalah "ngangkangnya", tapi etika berbusana saat berkereta yang bisa mencerminkan seorang Muslimah.


Di era booming-nya media online saat ini, khususnya media sosial seperti Facebook dan Twitter, berita yang bersifat “menarik” dan “kontroversial” akan jadi perbincangan masyarakat dibandingkang berita atau isu yang sifatnya “penting” untuk segera diketahui masyarakat.

Salam buat teman-teman di Aceh. Mohon komentarnya ya. 


Referensi Tulisan : Okezone.com

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?