Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

» » » Bulir-Bulir Air Mata Presiden Habibie

1356449321330386348


Ah….tiba-tiba air mata ini mengalir, buru-buru saya seka dengan tangan setelah lampu Studio Cinema 21 dinyalakan. Malu ketahuan Istri, kalau saya baru menangis, takutnya dianggap “Melllow” oleh mantan pacar he..he.

Iya, waktu itu Minggu (23/12/2012) saya dan Istri baru saja menonton film dengan judul Habibie dan Ainun di Cinema 21 Central Plaza Bandar Lampung. Setelah lama antri, akhirnya dapat juga tiket film tersebut. Diluar dugaan peminatnya banyak sekali, antrinya sampai mengular membentuk tiga baris.

Wajar, jika film Habibie dan Ainun banyak penontonnya, karena ceritanya diangkat dari kisah nyata perjalanan cinta Presiden Habibie dan Ibu Ainun yang dituliskan dalam sebuah buku dengan judul yang sama. Buku Habibie dan Ainun menjadi Best Seller pada tahun 2012 di toko-toko buku, termasuk di Gramedia.
Film Habibie dan Ainun berkisah tentang belahan jiwa kita, yaitu suami atau istri. Mungkin anda semua punya cerita tentang bagaimana menemukan belahan hati. Begitupun dengan Habibie, dengan apik beliau tuangkan dalam sebuah cerita bagaimana menemukan belahan jiwanya. Film ini tentang cinta pertama dan cinta terakhir. Kisah tentang Presiden ketiga Indonesia dan ibu negara. Kisah tentang Habibie dan Ainun.



Rudy Habibie seorang jenius ahli pesawat terbang yang punya mimpi besar, bersumpah kepada bangsa Indonesia untuk membuat pesawat terbang dalam rangka menyatukan Indonesia. Sedangkan Ainun adalah seorang dokter muda cerdas dengan jalur karir terbuka lebar untuknya.

Pada tahun 1962, dua kawan SMP ini bertemu lagi di Bandung. Walaupun awalnya Habibie menyebut Ainun Jelek, hitam seperti gula Jawa. Namun setelah pulang dari Jerman, Habibie jatuh cinta seketika pada Ainun. “Gula Jawa itu sudah berubah menjadi gula pasir” Ungkap Habibie dengan senyum dan bicara yang khas.

Semua penonton dibuatnya tergelak ketika Habibie mengungkapkan hal tersebut. Ya, Ainun adalah kembang desa. Pria-pria yang tertarik kepadanya tentu bukan dari golongan biasa-biasa. Mau tak mau Habibie pun harus bersaing dengan mereka untuk merebut hati Ainun. Sebuah adegan romantis juga menggelitik dihadirkan Sutradara Faozan Rizal, seperti halnya ketika Habibie melamar Ainun di atas becak.  Gayung-pun bersambut, Ainun menerima lamaran Habibie. Tapi Ainun, dia tak hanya jatuh cinta, dia percaya pada visi dan mimpi Habibie. Mereka menikah dan terbang ke Jerman.

Punya mimpi tak akan pernah mudah. Habibie dan Ainun tahu itu. Cinta mereka terbangun dalam perjalanan mewujudkan mimpi. Dinginnya salju Jerman, pengorbanan, rasa sakit, kesendirian serta godaan harta dan kuasa saat mereka kembali ke Indonesia mengiringi perjalanan dua hidup menjadi satu.

Setelah di Jerman, Habibie dan Ainun harus tinggal di apartemen kecil di Oberfortsbach, desa kecil di pinggiran Jerman Barat. Ainun yang hamil besar mengandung anak pertama tetap setia mendampingi Habibie yang sedang proses mendapatkan gelar S3. Bukan hal yang mudah bagi Ainun, seorang anak gadis cemerlang tinggal di Jerman dengan segala keterbatasannya.

Adegan yang sangat menyentuh, ketika Habibie kehabisan uang untuk pulang naik bis. Beliau harus berjalan kaki ditengah dinginnya salju dengan sepatu yang alasnya sudah bolong. Terpaksa beliau melapisi sepatunya dengan kertas kerja yang berisi desain gerbong-gerbong Kereta Api berkonstruksi ringan.
Setelah beliau lulus S3, Habibie ditawari pekerjaan oleh beberapa perusahaan konstruksi pesawat terbang terkemuka di Jerman. Namun, ternyata sumpah beliau ketika sakit mengalahkan tawara-tawaran tersebut. Beliau lebih memilih untuk mendarma-baktikan ilmunya untuk tanah air. Lantas Habibie mengirimkan surat ke Indonesia. “Indonesian Calling”, itulah yang diyakini Habibie.

Namun permohonan beliau masih ditolak. Indonesia dianggap belum siap menggarap Industri Pesawat Terbang. Namun kesempatan kedua datang setelah pergantian rezim di Indonesia. Melalui Ibnu Sutowo, beliau dipanggil pulang oleh Presiden Soeharto untuk membangun industri dirgantara Indonesia dan menyumbangkan bakti kepada tanah air. Tidak lama setelahnya, Pak Habibie diangkat menjadi anggota Kabinet Pembangunan Pak Harto, diberikan kepercayaan sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Beliau menjadi anggota kabinet selama beberapa periode kepemimpinan Pak Harto, kurang lebih 20 tahun lamanya.

Tahun 1998, ketika dilaksanakan pemilihan Presiden, Pak Harto menggandeng beliau sebagai pasangannya dalam Pilpres. Sebuah keputusan yang tidak mudah, mengingat Indonesia sedang dilanda krisis ekonomi parah dan mulai banyak pihak yang mencoba menggoyang tampuk  kursi kepemimpinannya. Kemudian terjadilah tragedi Mei 1998 dan Pak Habibie akhirnya menjadi Presiden RI ke-3. Bu Ainun juga menjadi ibu negara RI ke-3.

Dalam adegan bersetting tahun 1998, saya kembali menerawang jauh ke belakang sewaktu menjadi Mahasiswa IKIP Bandung. Kebetulan saya ikut terlibat dalam demonstrasi untuk menurunkan Presiden Soeharto. Presiden Soeharto adalah “Common Enemy” Mahasiswa untuk dijatuhkan. Namun setelah beliau lengser, terjadi fragmentasi gerakan Mahasiswa. Saya yang tergabung dalam gerakan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Koordinator Komisariat (Korkom) IKIP Bandung mendukung Presiden Habibie sebagai pemimpin yang konstitusional. Perpecahan tersebut menyebabkan terjadinya kasus Semanggi 1 dan 2 yang banyak menimbulkan korban jiwa. Saya masih ingat teriakan, HMI adalah “anjingnya” Orde Baru. Padahal mereka tidak tahu siapa sebenarnya sosok Habibie. Habibie-lah yang menyelamatkan Indonesia dari kehancuran. Habibie tetap fokus dalam membenahi ekonomi yang terpuruk sekaligus tetap menjaga NKRI ini tetap utuh.

Memang segala sesuatunya butuh pengorbanan, dalam masa kepresidenan Habibie ada peristiwa penting, yaitu dilaksanakannya jajak pendapat di Timor-Timur yang mengantarkan Provinsi termuda tersebut menuju kemerdekaan. Banyak pihak menuding, inilah dosa besar Habibie terhadap NKRI. Namun dalam Film tersebut, Habibie digambarkan tidak tidur semalaman untuk memutuskan dilaksanakannya jajak pendapat di Timor-Timur. Habibie dengan berbagai pertimbangan, termasuk alasan kemanusiaan dengan legowo memberikan keputusan terbuka peluang jajak pendapat di Timor-Timur.

Mengutip penasihat Presiden Habibie, Dewi Fortuna Anwar, “Timor-Timur seperti kerikil kecil dalam sepatu NKRI, sehingga Indonesia selalu berjalan tertatih, khususnya dalam pergaulan dan diplomasi Internasional”. Timor Leste harus dikembalikan kepada arah yang sebenarnya, ungkap Dewi Fortuna Anwar, menyikapi kritikan pedas mantan Menteri Penerangan Malaysia yang menyerang Habibie dalam sebuah tulisan baru-baru ini.

Kembali ke Film diatas, pada tahun 1998, Ainun adalah seorang yang dengan tulus ikhlas membantu suaminya mewujudkan mimpi-mimpi mereka. Dalam buku karangan Habibie “Detik-detik Yang Menentukan” tergambar dengan sangat baik bagaimana Ainun mendampingi Habibie dalam kondisi yang sangat gawat dan krusial.  Habibie dalam sebuah cerita yang panjang memasukkan dengan gamblang apa saja yang dilakukan Ainun dalam mendampinginya. Dan Ainun pula yang menjadikan Habibie selalu tenang dan matang dalam mengambil sebuah keputusan.

Selain seorang Istri, Ibu Ainun adalah dokter pribadi Presiden Habibie. Beliau selalu mengingatkan agar Presiden Habibie rutin meminum obat. Namun disatu sisi Ibu Ainun merahasiakan penyakit Kanker Ovarium yang dideritanya sampai di-diagnosa sudah stadium tiga.

Bagi Habibie, Ainun adalah segalanya. Ainun adalah mata untuk melihat hidupnya. Bagi Ainun, Habibie adalah segalanya, pengisi kasih dalam hidupnya. Namun setiap kisah mempunyai akhir, setiap mimpi mempunyai batas. Kemudian pada satu titik, dua belahan jiwa ini tersadar; Apakah cinta mereka akan bisa terus abadi?

Iya, Ibu Ainun harus kembali kepada yang Khalik karena penyakit Kanker-nya. Air mata saya mengalir ketika melihat adegan Habibie menaruh dahinya di tembok ketika diingatkan saudara Ibu Ainun, untuk mengikhlaskan Ibu Ainun. Hal ini mengingatkan saya kepada Ibunda tercinta ketika beliau juga dipanggil Yang Maha Kuasa. Saya merasakan apa yang dirasakan Pak Habibie.

Seperti telah diberitakan oleh banyak media, pada 24 Maret 2010, Hasri Ainun Habibie masuk ke rumah sakit Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Gro`hadern, Munchen, Jerman. Ainun berada di bawah pengawasan direktur Rumah Sakit Prof. Dr. Gerhard Steinbeck, yang juga spesialis penyakit jantung. Ia telah menjalani sembilan kali operasi dan empat kali dari sembilan operasi tersebut merupakan operasi utama. Sisanya merupakan operasi eksplorasi. Pukul 17.05 waktu Jerman, hari Sabtu tanggal 22 Mei 2010, Ibu Ainun wafat dalam usia 72 tahun, setelah 48 tahun hidup bersama Habibie.

Film ini terasa begitu menyentuh. Seorang Pak SBY saja dibuatnya menangis ketika menonton bersama dalam pemutaran perdana di Jakarta. Akting Reza Rahadian sangat bagus sekali. Reza mampu menyita perhatian penonton, begitu juga dengan Bunga Citra Lestari. Saya yakin Reza Rahadian bisa kembali meraih Piala Citra dengan memerankan Pak Habibie.

Dalam akhir cerita diperlihatkan, tayangan dokumentasi asli ketika Pak Habibie berziarah ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Tampak beliau bersimpuh dipusara makam Ibu Ainun diiringi narasi Doa Cinta Pak Habibie kepada Ibu Ainun. Berikut adalah penggalan doa tersebut:

“Terima kasih Allah, Engkau telah lahirkan saya untuk Ainun dan Ainun untuk saya. Terima kasih Allah, Engkau telah pertemukan saya dengan Ainun dan Ainun dengan saya. Terima kasih Allah, tanggal 12 Mei 1962, Engkau nikahkan saya dengan Ainun dan Ainun dengan saya. Engkau titipi kami bibit cinta murni, sejati, suci, sempurna dan abadi. Sepanjang masa kami sirami titipan-Mu dengan kasih sayang, nilai iman, takwa dan budaya. Kini 48 tahun kemudian, bibit cinta telah menjadi cinta yang paling indah, sempurna dan abadi. Ainun dan saya bernaung di bawah cinta milik-Mu ini dan dipatri menjadi manunggal sepanjang masa. Manunggal dalam jiwa, hati, batin, napas dan semua yang menentukan dalam kehidupan. Terima kasih Allah, menjadikan kami manunggal karena cinta abadi yang suci dan sempurna. Pertahankan dan peliharalah kemanunggalan kami sepanjang masa. Berilah kami kekuatan untuk mengatasi segala permasalahan yang sedang dan masih akan kami hadapi. Ampunilah dosa kami dan lindungilah kami dari segala pencemaran cinta abadi kami.”

Kisah cerita Film ‘true story’ patut direkomendasikan untuk ditonton dan menjadi sebuah inspirasi. Meski hanya memuat sebagian kisah perjalanan rumah tangga Habibie dan Ainun, penonton bisa belajar banyak dari kisah cinta mereka. Film ini cocok untuk semua pasangan suami-istri, khususnya keluarga muda seperti saya.

Saya rekomendasikan, bawalah sapu tangan jangan tissue. Karena kalau bawa Tisue, yakin akan banyak terbuang, karena sepanjang kisah Film tersebut penuh dengan keharuan walaupun sesekali ada adegan lucu.
Selamat Menonton!

Referensi tulisan:

(1) Wikipedia.com
(2) Kompas.com
(3) Buku Habibie-Ainun

Sumber : www.kompasiana.com/ridwan78

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?