Oleh : Muhammad Ridwan
Dalam sepekan di bulan Maret 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara marathon melakukan pertemuan dengan beberapa tokoh nasional dan tokoh media. Pertama, pertemuan Presiden SBY dengan Letjend (Purn) Prabowo Subianto selaku Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra pada Senin (11/3/2013). Kedua, pada Rabu (13/3/2013), Presiden SBY bertemu dengan tujuh Purnawirawan Jenderal, yaitu : Luhut Panjaitan, Subagyo HS, Fahrul Rozi, Agus Wijoyo, Johny Josephus, Sumardi, dan Suaidi Marasabessy. Ketiga, pertemuan dengan13 ormas Islam termasuk Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) pada Kamis (14/3/13). Dan terakhir, pertemuan dengan pimpinan media pada Jum'at (15/03/13).
Mengenai pertemuannya dengan Prabowo, muncul spekulasi bahwa Presiden SBY memberikan ‘"Endorsement" awal
kepada Prabowo untuk menajadi suksesor Presiden SBY di tahun 2014,
namun dengan syarat Partai Gerindra mendukung Presiden SBY sampai tahun
2014. Kemudian, pertemuan dengan tujuh Jenderal dianggap sebagai bentuk
dukungan kepada Presiden terkait isu penggulingan SBY dan membahas
proses suksesi di tahun 2014. Selanjutnya, pertemuan dengan pimpinan
Ormas Islam sebagai bentuk kegelisahan Presiden SBY terkait adanya
beberapa elemen "kekuatan Islam" yang melakukan resistensi kepada
Pemerintahan SBY-Boediono. Sedangkan pertemuan dengan Pimpinan Media
Masa ditafsirkan untuk mencari dukungan media atas penyelenggaraan
pemerintahan SBY-Boediono agar stabilitas nasional tetap terjaga terkait
berita-berita yang diangkat media yang cenderung mendiskreditkan
Keluarga Cikeas.
Apakah
Presiden SBY sedang membangun keseimbangan
politik baru? Memang "tensi politik" tanah air agak memanas pasca
ditetapkannya Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishak (LHI), dan Ketua Umum
Partai
Demokrat, Anas Urbaningrum (AU), sebagai tersangka oleh KPK. Kebetulan
kedua tokoh tersebut bisa dibilang berasal dari dua "mainstream"
kekuatan politik Islam, yakni PKS dan KAHMI.
Namun,
semua spekulasi di atas dibantah langsung oleh Istana. Melalui akun
media sosial, staff ahli Kepresidenan bidang bencana alam, Andi Arief.
Mengutip pers rilis Stafsus Presiden, Velik Wanggai, Andi Arief
menjelaskan bahwa pertemuan Presiden SBY dan Prabowo hanya pertemuan
biasa, tidak membicarakan masalah pemilihan Presiden tahu 2014. Berikut
rilis Istana mengenai inti pertemuan Presiden SBY dan Prabowo Subianto
yang dikutip dari akun media sosial Facebook Andi Arief :
- Pertemuan kedua tokoh bangsa ini berharga karena para tokoh politik akan well-informed atas kebijakan, progress, dan tantangan bangsa saat ini;
- Presiden SBY menyampaikan overview perkembagan ekonomi nasional dan capaian-capaian kebijakan luar negeri Indonesia;
- Prabowo mengakui bahwa keberhasilan manajemen pembangunan ekonomi Indonesia dan Prabowo mengakui adanya kesamaan pandangan antara SBY dan Prabowo dalam pengentasan kemiskinan;
- Prabowo mengakui adanya kesamaan pandangan dengan SBY tentang kemandirian bangsa, terutama mendukung Indonesia keluar dari IMF;
- Prabowo meminta agar kita meninjau ulang pola Pilkada langsung yang timbulkan ekses-ekses negatif;
- Prabowo meminta agar kita semua menjaga stabilitas nasional, dan meminta para pemimpin/tokoh-tokoh politik agar berpolitik yangg santun dan sejuk. (Velix Wanggai, Stafsus Presiden).
Namun, rilis tersebut tidak
bisa menyembunyikan realitas politik saat ini bahwa Presiden sedang
"galau" dengan konstelasi politik saat ini, khususnya terkait isu
Century dan Hambalang. Terbukti, setelah pertemuan Presiden SBY dengan
Prabowo Subianto, dilanjutkan pertemuan dengan tujuh purnawirawan
Jenderal, Ormas-ormas Islam dan pimpinan media masa.
Tak
bisa dipungkiri, pemerintah SBY sedang dalam sorotan
publik. Banyak kritik dan asumsi-asumsi terkait kasus LHI, AU, Kasus
Hambalang dan Kasus Century yang ditujukkan kepada Presiden SBY. Ada
yang
bersifat objektif, tapi ada juga yang subjektif, bahkan bisa jadi bola
liar. Salah satu cara menangkap bola liar tersebut yakni dengan cara
memberikan penjelasan dan sentuhan emosional.
Menurut
pengamat politik Universitas Indonesia, Bachtiar Aly, membaca pertemuan
dengan para purnawirawan Jenderal, pimpinan Ormas dan pimpinan media
adalah upaya SBY untuk menjaga keseimbangan politik Tanah Air, mengutip
Okezone.com (15/03/2013).
Menurutnya, TNI, Media dan Ormas Islam tak bisa dipungkiri sebagai salah satu poros kekuatan nonformal. Dengan mendengarkan apa pesan mereka saja, SBY sudah berhasil mengundang simpati, apalagi sampai ada pesan politik di dalamnya. "Ini bisa menurunkan suhu politik," ungkapnya.
Menurutnya, TNI, Media dan Ormas Islam tak bisa dipungkiri sebagai salah satu poros kekuatan nonformal. Dengan mendengarkan apa pesan mereka saja, SBY sudah berhasil mengundang simpati, apalagi sampai ada pesan politik di dalamnya. "Ini bisa menurunkan suhu politik," ungkapnya.
Presiden
SBY sebagai seorang purnawirawan Jenderal TNI, tentu meminta dukungan
politik dari TNI agar bisa menjaga stabilitas nasional sampai 2014,
walaupun yang dihadirkan hanya para pensiunan TNI. Presiden SBY
menganggap TNI masih diperlukan sebagai dinamisator dan stabilisator
negara, walaupun TNI sudah melepas "Baju Dwifungsi" sejak tahun 2004.
Adanya
isu kudeta pada tanggal 25 Maret 2012 dan resistensi oleh beberapa
elemen organisasi Islam, dianggap membahayakan keberlangsungan
pemerintahan. Hal tersebut mendorong Presiden SBY merangkul kekuatan
Islam lainnya sebagai agama mayoritas di Indonesia. Kemudian, media masa
adalah pilar ke-empat demokrasi, jika opini yang mendiskreditkan
Presiden SBY dan keluarga terus dibiarkan, tentu akan menggerus
kepercayaan rakyat terhadap Presiden dan partainya. Implikasinya, akan
terjadinya krisis kepemimpinan nasional. Jika menjelang 2014 terjadi
krisis kepemimpinan, maka suksesi yang diharapkan "khusnul khotimah"
akan gagal. Dan, Indonesia bisa terjebak dalam kekacauan politik dan
tidak bisa "tinggal landas" menjadi negara maju di tahun 2025. Akankah
politik "Ken Arok" akan terjadi lagi di Indonesia?
Wallahualam.
0 komentar