Berdasarkan hasil sementara Quick Count 6 Lembaga Survey yakni CSIS, SMRC, RRI, LSI, Litbang Kompas, dan MetroTV,
perolehan suara partai-partai Islam naik siginifikan jika dibandingkan dengan hasil
perolehan suara pada pemilu 2009.
Pada tahun 2009, perolehan suara partai-partai Islam hanya sebesar 25,94 persen dengan rincian : Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,88 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 6,01 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 5,32 persen, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 4,94 persen, dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1,79 persen.
Sedangkan gabungan suara partai Islam pada Pemilu kemarin berdasarkan hasil Quick Count 6 lembaga survei mencapai 31,59 persen. Perolehan suara Partai Islam dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Pada tahun 2009, perolehan suara partai-partai Islam hanya sebesar 25,94 persen dengan rincian : Partai Keadilan Sejahtera (PKS) 7,88 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 6,01 persen, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 5,32 persen, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) 4,94 persen, dan Partai Bulan Bintang (PBB) 1,79 persen.
Sedangkan gabungan suara partai Islam pada Pemilu kemarin berdasarkan hasil Quick Count 6 lembaga survei mencapai 31,59 persen. Perolehan suara Partai Islam dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No
|
Partai
|
LSI
|
SMRC
|
CSIS
|
Kompas
|
RRI
|
MetroTV
|
Rata-rata %
|
|
97%
|
98%
|
99%
|
99%
|
99%
|
99%
|
||||
1
|
PKB
|
9,03
|
9,08
|
9,6
|
9,18
|
9,5
|
8,89
|
9,21
|
|
2
|
PKS
|
6,61
|
6,59
|
6,7
|
7,03
|
6,63
|
6,93
|
6,75
|
|
3
|
PAN
|
7,45
|
7,66
|
7,5
|
7,46
|
7,63
|
7,34
|
7,51
|
|
4
|
PPP
|
7,00
|
6,30
|
6,8
|
6,75
|
6,44
|
6,41
|
6,62
|
|
5
|
PBB
|
1,39
|
1,42
|
1,6
|
1,45
|
1,6
|
1,54
|
1,50
|
|
Jumlah
|
31,48
|
31,05
|
32,20
|
31,87
|
31,80
|
31,11
|
31,59
|
Dengan perolehan suara rata-rata sebesar 31,59%, maka koalisi partai Islam sudah memenuhi syarat untuk dapat mengajukan Capres dan Cawapres sendiri pada Pilpres 2014. Raihan suara partai-partai Islam yang sangat signifikan ini membuka jalan terwujudnya koalisi Islam atau semacam "Liga Muslim".
Seperti kita ketahui, Liga Muslim di Indonesia pernah terbentuk, yakni
dengan dideklarasikannya Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI). MIAI didirikan di Surabaya pada September 1937 atas prakarsa tokoh-tokoh
Muhammadiyah, Nahdatul Ulama (NU), PSII, PII, Al-Irsyad, Persis,
Al-Washiliyah, Al- Islam, Warmusi (Wartawan Muslim Indonesia).
MIAI
kemudian berubah menjadi Partai Politik pasca kemerdekaan dengan nama
Majelis Syura Muslimin Indonesia atau Masyumi. Namun, koalisi ini pecah
dengan keluarnya unsur NU dari Masyumi pada tahun 1952 karena adanya
friksi internal. Meskipun terjadi perpecahan, suara Masyumi sangat besar
pada Pemilu tahun 1955 dengan raihan 20 persen, hampir menyamai raihan
suara Partai Nasional Indonesia (PNI). Sedangkan Partai NU hanya meraih
18 persen. Namun tetap, gabungan suara Partai Islam masih sangat
signifikan mencapai diatas 40 persen.
Masyumi
akhirnya dibubarkan pada tahun 1960 oleh Presiden Soekarno karena
dituduh anti revolusi dan terlibat pemberontakan PRRI di Sumatera.
Pasca
orde lama tumbang, Masyumi coba direhabilitasi, namun tidak kabulkan
Presiden Soehato. Akhirnya para tokoh Masyumi mendeklarasikan
Persaudaran Muslimin Indonesia (Parmusi) dan berpartisipasi dalam Pemilu
tahun 1971.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai
politik. Empat partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat
Islam dan Perti bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Namun, selama 25 tahun, PPP selalu ada dibawah bayang-bayang Orde Baru.
Di masa itu, Militer secara sistematis menarik suara pemilih Islam
agar beralih ke Golkar. Politik Islam sangat di kebiri pada masa Orde
Baru, seperti kebijakan asas tunggal bagi Ormas Islam dan penggembosan
organisasi NU di era Abdurahman Wahid (Gus Dur).
Pasca
Pak Harto lengser, menjelang Pemilu 1999 terbentuk puluhan Partai Islam
dengan gabungan suara partai Islam masih dikisaran 39 persen. Namun,
yang bertahan sampai sekarang hanya 5 partai yakni, PKS, PKB, PPP, PAN
dan PBB. Tercatat dalam sejarah, 5 partai ini berkoalisi dalam "Poros
Tengah" yang mampu kalahkan dominasi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P) dalam pemilihan presiden (Pilpres) tahun 1999. Poros
tengah berhasil menghantarkan Gus Dur sebagai Presiden ke-4.
Bisa
disebut, terwujudnya "Poros Tengah" yang digagas oleh Amin Rais adalah
bentuk koalisi diantara partai-partai Islam. Namun, "Poros Tengah"
sifatnya hanya koalisi "cair", tidak permanen. Untuk selanjutnya,
partai-partai Islam masuk dalam "Koalisi Indonesia Bersatu" yang digagas
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai sekarang.
Akankah terwujud "Poros Tengah" jilid kedua dalam rangka menghadapi Pilpres mendatang?
Jika di kaji dari pernyataan tokoh-tokoh Islam, kemungkinan sulit terwujud "Poros Tengah" jilid 2. Seperti pernyataan Mahfud MD di Metro TV baru-baru ini yang menyatakan hingga saat
ini PKB tetap menggagas bahwa presiden harus dari PKB, itulah sebabnya,
PKB harus memimpin koalisi. Di lain pihak, Anis Matta sebagai Presiden PKS juga belum beranjak
dari keinginannya, bahwa PKS lah yang harus jadi pemimpin koalisi.
“Andaipun harus masuk koalisi kami ingin pimpin, kalau tidak pimpin, kami akan oposisi,” kata Anis usai mencoblos di Jakarta, mengutip Republika Online, Rabu (9/4).
Sebelumnya, dalam sebuah kesempatan Anis juga pernah mengungkapkan bahwa
koalisi yang tergabung dalam sekertariat gabungan (Setgab) saat ini
tidak efektif. Untuk itu menurut dia, PKS harus tampil untuk memimpin
agar koalisi dapat berjalan lebih baik.
Kemudian,
Hatta Rajasa sebagai Capres dari PAN, pernah mengungkapkan "Poros
Tengah" jilid 2 sulit terealisasi. Hatta menyatakan kondisinya berbeda
dengan saat ini, sehingga koalisi
dengan partai berbasis Islam untuk mengusung pasangan calon Presiden dan
wakil Presiden modelnya pun akan berbeda. "Poros tengah cocok pada
masanya," kata Hatta, mengutip Tempo.co, Minggu (23/03).
Bahkan H-1 menjelang Pileg, PAN bermanuver
dengan mengundang Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI-P, Puan
Maharani, dan Sekjen PDIP, Cahyo Kumolo untuk bertemu Hatta Rajasa.
Banyak pihak menduga PAN akan merapat ke PDI-P dengan menawarkan Hatta
Rajasa sebagai Cawapres Jokowi.
Sebelumnya, Ketua Umum PPP, Suryadharma Ali terlihat di Kampanye Akbar Partai Gerindra yang mengindikasikan PPP akan dukung Prabowo maju sebagai Capres.
Dengan
demikian, koalisi Partai Islam sulit terwujud jika masing-masing
pimpinannya tetap bersikeras ingin memimpin koalisi atau menjadi
Presiden.
Sekarang,
yang harus dilakukan oleh pimpinan partai Islam adalah mendengarkan
suara Ummat Islam yang masih mengharapkan terwujudnya "Koalisi Partai
Islam". Pimpinan partai Islam harus mengedepankan kepentingan ummat dan
bangsa dibandingkan "syahwat" kekuasaan pribadi.
Jika semua mengedepankan kepentingan bangsa dan ummat, Insya Allah, yakin usaha sampai terwujud sebuah koalisi Islam.
Bandar Lampung, 10 April 2014
Muhammad Ridwan
Citizen Reporter di www.mediawarga.info
0 komentar