Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

4 Bulan Tanpa "Ngeblog"


Selama 4 bulan, saya tidak pernah update blog ini karena kesibukan kerja sebagai Konsultan PNPM Mandiri Perkotaan. Pasca Pileg dan Pilpres, semangat menulis saya memang agak kendor. Tapi, mulai akhir bulan September, saya coba update blog ini.

Isi dari blog akan saya kurangi porsi politiknya. Tulisannya akan beragam seperti pengalaman hidup sehari-hari yang akan saya tuangkan dalam blog ini.

Selamat membaca tulisan-tulisan saya selanjutnya. :)

Masril Koto Bantah Berita di Kompasiana.com

Masril Koto (Sumber: FB)
Senin malam (22/9), ketika saya sedang asyik online menjelajahi halaman Facebook (FB), tidak sengaja saya meng-klik berita kompasiana.com yang berjudul "Mempertanyakan Kebenaran Cerita Masril Koto" dengan penulis Faizah Fauzan. Berita tersebut ditautkan oleh salah satu relasi saya, Bapak Andry Thamrin, mantan staff Bank Dunia Jakarta.

Yang membuat saya tertarik membuka tautan berita Kompasiana.com, pertama, dalam statusnya, Pak Andry Thamrin menuliskan “Waduuuh.. yg mana yg bener nih??”, merujuk isi tulisan Faizah Fauzan yang meragukan kredibilitas saudara Masril Koto. Hal ini membuat saya penasaran untuk buka tautan tersebut. Kedua, kebetulan di Facebook saya berteman dengan saudara Masril Koto di akun https://www.facebook.com/masril.koto.padang. Selain itu saya sudah mengenal saudara Masril Koto dari pemberitaan di media, termasuk berita terbaru  di Detik.com dengan judul :
Masril Koto, Pria Tak Lulus SD yang Sukses Dirikan Bank Petani.

Provokasi Perbatasan Indonesia: By Design?

Peta Potensi Konflik Indonesia dengan Negara Jiran  
Selama satu bulan terakhir, isu konflik perbatasan dan diplomatik dengan negara tetangga menjadi headline media  Indonesia, baik cetak maupun elektronik. Setelah Australia melakukan provokasi di laut selatan Indonesia dalam rangka menghalau pencari suaka, dan protes Singapura terkait penamaan KRI Nahkoda Ragam Class dengan nama Pahlawan Usman-Harun, kini isu hangat datang dari Timur Indonesia, yakni kasus pembakaran perahu nelayan Indonesia oleh Tentara Papua New Guinea (PNG) di perairan perbatasan Indonesia-PNG.  Apakah semua provokasi di perbatasan dan konflik diplomatik ini By Design?

Setelah sekian lama Indonesia berkonsentrasi dalam rangka pemulihan keamanan dalam negeri akibat separatisme, kini Indonesia menghadapi ancaman serius dari luar negeri, yakni konflik perbatasan dan diplomatik dengan negara tetangga. 

Pertama, konflik perbatasan dan diplomatik dengan Australia akibat operasi kedaulatan perbatasan yang dilancarkan Pemerintahan Tony Abbott. Angkatan Laut Australia telah memasuki secara ilegal perairan Indonesia saat mendorong kembali kapal-kapal pencari suaka ke wilayah Indonesia. Isu pencari suaka ke Australia merupakan isu yang sensitif bagi kedua negara, karena Australia menuduh Indonesia melakukan pembiaran atas derasnya pencari suaka yang memasuki Australia. Sebelumnya Indonesia menarik duta besarnya di Australia akibat skandal penyadapan oleh Australia terhadap Presiden SBY dan Ibu Negara serta beberapa pejabat tinggi Indonesia.

Ternyata F-18 Australia Yang Hebohkan Batam

1391860371514140359

Dinihari tadi sekitar pukul 00.30 WIB (08/02/14), saya memposting sebuah tulisan terkait berita dari Tribunnews.com yang menyatakan ada dua buah Pesawat Tempur F-16 Singapura terbang rendah di langit Batam. Sebelumnya Tribunnews.com, pada Jumat (7/2/2014), melansir berita dengan judul Pesawat Tempur Singapura Terbang Rendah di Langit Batam yang menginformasikan bahwa dari langit Batam sebuah pesawat tempur Singapura yang diperkirakan jenis F-16 melintas dengan kecepatan sedang. 

Pesawat berwarna abu-abu kehitaman itu terbang rendah di langit Sekupang menuju Singapura. Saking rendahnya, sisi kanan dan kiri sayap pesawat itupun dapat jelas terlihat. Kemudian Tribunnews.com menjelaskan, belum diketahui pasti apa tujuan pesawat perang asing itu melintas di langit Batam. Namun kehadiran pesawat perang ini sempat menjadi perbincangan di tengah hangatnya protes Singapura terkait kemunculan kapal perang Indonesia yang diberi nama Usman Harun.

Berdasarkan hal tersebut kemudian saya membuat sebuah opini di Kompasiana dengan Judul "Pesawat F-16 Singapura Provokasi Indonesia?". Tulisan saya menganalisa penyebab menghangatnya hubungan Indonesia dengan beberapa negara Jiran, khususnya dengan Australia dan Singapura. Tak disangka  tulisan tersebut jadi Headline di Kompasiana dan mendapat banyak tanggapan beragam dari Kompasianer.


Namun, sekitar pukul 09.28 WIB,  Tribunnews.com melansir sebuah berita dengan judul "TNI AU: Pesawat Tempur Terbang Rendah di Batam Milik Australia”. Isi berita tersebut menginformasikan bahwa misteri pesawat tempur yang terbang rendah di wilayah Sekupang, Batam, Provinsi Kepri, Jumat (7/2/2014), sekitar pukul 14.30 WIB, akhirnya terjawab. Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AU Marsekal Pertama Hadi Tjahjanto menyebutkan, bahwa pesawat itu milik Australia.

Menurut Kadispen TNI AU pesawat tempur yang terbang rendah pada Jumat (7/2/2014) adalah jenis F-18 Super Hornet, milik Ausralia dengan tujuan Singapura yang rencananya akan berpartisipasi dalam air show,dan sudah memiliki flight clearance (izin terbang) dari otoritas Indonesia. Kadispen TNI-AU menyebutkan, alasan pesawat itu terbang rendah, lantaran akan mendarat di landasan udara Singapura yang tak jauh dari kawasan pelabuhan Batam tersebut.

Kita sebagai warga negara sangat lega ketika mendapatkan penjelasan dari pihak yang berwenang, walaupun responnya kurang cepat. Wajar, masyarakat resah karena dalam satu bulan terakhir Indonesia seolah-olah dilecehkan kedaulatannya oleh negara tetangga. Sepertinya tidak ada lagi rasa hormat kepada negara Indonesia yang berdaulat.

Sikap masyarakat yang tanggap terhadap isu keamanan dalam dan luar negeri, memberikan gambaran betapa rakyat Indonesia sangat mencintai negaranya, Pahlawannya  serta mengharapkan angkatan bersenjatanya  kuat dan disegani negara lain. Hal ini tergambar dari komentar-komentar Kompasianer di tulisan saya hari ini, Sabtu (08/02/2014) yang mengecam arogansi Singapura menyoal penamaan Pahlawan Nasional Usman-Harun di salah satu jenis KRI Nahkoda Ragam Class yang baru dibeli dari Inggris.

Demikian, tulisan ini menjadi pelurusan penulisan saya sebelumnya dengan judul "Pesawat F-16 Singapura Provokasi Indonesia?" Tautannya bisa di klik di  http://hankam.kompasiana.com/2014/02/08/provokasi-negeri-utara-selatan-633539.html. Mohon maaf  jika ada yang tidak berkenan atas tulisan tersebut. Terima kasih atas semua rating yang telah diberikan serta komentar-komentar yang membuat saya selalu bangga menjadi seorang Kompasianer.

Jayalah selalu Indonesia!! Selalu Waspada!!

Relawan Pembaharu dan Reformasi Sunyi

Belajar Dari Pengalaman Pribadi

Saya hanya orang biasa saja, terlahir di sebuah desa di kaki bukit Hambalang pada 2 Maret 1978. Namanya Desa Tarikolot, terletak dikawasan Kecamatan Citeureup Kabupaten Bogor. Terlahir dari orangtua berdarah Sunda yang sederhana. Saya menghabiskan masa remaja di Bogor sampai menamatkan pendidikan jenjang SMU pada tahun 1997. 

Kemudian, ditahun yang sama “Ngumbara” di Paris Van Java Kota Bandung untuk kuliah di Kampus Bumi Siliwangi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sampai tahun 2003, dan pernah terlibat haru birunya gerakan mahasiswa tahun 1998. Ditengah pengembaraan saya di Bandung, saya diberikan ujian dengan meninggalnya sang ibunda tercinta.

13865180852104442509
Karikatur Reformasi. Sumber : Matanews.com
Kejadian di penghujung tahun 1999, tepatnya bulan Desember, merupakan titik balik kehidupan pribadi saya ketika harus menghadapi kenyataan sang Ibunda tercinta meninggal dunia di rumah sakit ketika melahirkan calon si Bungsu, atau calon anak ke empat orangtua saya. Ironisnya ibunda meninggal tidak tertolong nyawanya karena faktor tidak sanggup membayar biaya operasi caesar.

The Indonesian Dream

....Supriyadi absen di hari pertama sekolah pasca masa orientasi siswa (MOS). “Kenapa Supriyadi tidak masuk”? Tanya saya. ”Dia belum punya seragam dan buku Pak! malu katanya,” jawab teman-temannya kompak....

1367429663821176604


“I have a dream, a dream of the time when the evil of prejudice and segregation will vanish. It is a dream deeply rooted in the American dream, a dream that my four little children will one day live in a nation, where they will not be judged by the color of their skin, but by the content of their character.” (Dr. Martin Luther King, Jr)
 

Kutipan diatas merupakan pidato terkenal dari Martin Luther King, pada rapat raksasa kaum Afro Amerika, 28 Agustus 1963, di Lincoln Memorial, Washington DC. Martin Luther King, adalah seorang pejuang Hak Asasi Manusia asal Amerika Serikat (AS).


AS memiliki sejarah hitam tentang diskriminasi ras, menyebabkan tertindasnya kaum Afro Amerika di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan. 

Impian seorang King adalah dihapuskannya segala bentuk diskriminasi terhadap warga Afro Amerika. King menamakannya dengan ‘The American Dream’, atau impian warga Amerika.

Bagaimana dengan Indonesia? Apa impian Bangsa Indonesia? Jawabannya, sudah terekam sejak 69 tahun silam, tepatnya 17 Agustus 1945.


Apakah di usia 69 tahun ini, Bangsa Indonesia sudah mencapai impiannya? Semua pasti sepakat manjawab: Belum!

Iya, belum tercapainya impian Indonesia, bisa kita lihat di lingkungan sekitar kita. Secara sederhana, dapat penulis lihat dari sosok Supriyadi dan Totong, siswa kelas 7 SMP Islam Ar-Ridho, Desa Tarikolot, Kabupaten Bogor. Kebetulan, Penulis pernah mengajar di SMP tersebut pada tahun 2005.

Di hari pertama sekolah pasca masa orientasi siswa (MOS), Supriyadi absen. 

“Kenapa Supriyadi tidak masuk”? Tanya saya. 

”Dia belum punya seragam dan buku Pak! malu katanya,” jawab teman-temannya kompak.

Di hari kedua, Supriyadi juga tidak hadir. 

Akhirnya, setelah dibujuk, akhirnya Supriyadi bersedia masuk, walaupun seragamnya tidak seperti yang lain. Supriyadi memakai kemeja putih SD dengan celana panjang warna hitam.

SMP Islam Ar-Ridho adalah SMP yang didirikan oleh masyarakat dan Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM) ‘Paguyuban Warga Desa Tarikolot’ pada 4 Juni 2005, sebagai suatu ikhtiar dari masyarakat dan LKM akan pendidikan menengah di Desa Tarikolot. Kebetulan waktu itu belum ada satupun Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Desa saya.

Melalui beberapa kali Rembug Warga Desa yang melibatkan Pemerintahan Desa, LPM, BPD dan Tokoh Masyarakat yang difasilitasi LKM, akhirnya, SMP Islam Ar-Ridho disosialisasikan pada saat peresmian gedung baru Madrasah Ibtidaiyyah (MI) Raudhatussalam.

Rata-rata, siswa SMP Islam Ar-Ridho adalah murid dari kalangan yang tidak mampu, bahkan ada siswa yang seharusnya duduk di kelas 1 SMU, baru tahun 2005 bisa menikmati bangku sekolah menengah pertama. 

Contohnya Totong, di kelas, perawakannya paling tinggi dan besar, walaupun kulitnya hitam, giginya bersih kalau tersenyum.

Totong sudah lama ingin sekolah. Namun, karena ketidakberdayaan orang tuanya menyekolahkannya, terpaksa dia tidak bisa melanjutkan sekolah. 

Selama tiga tahun, Totong membantu orang tuanya dengan berjualan gorengan. Keberadaan SMP Islam Ar-Ridho yang terletak di dekat rumahnya, membuat Totong kembali bersemangat untuk ke sekolah, walaupun terlambat tiga tahun.

Pada awalnya, tahun 2005, jumlah murid SMP Islam Ar-Ridho hanya 20 orang, semuanya berasal dari keluarga yang tidak mampu. Tim pengajar di SMP Islam ini, terdiri dari 3 anggota LKM (termasuk saya) dan 9 orang guru yang peduli.



SMP Islam Ar-Ridho ini, dipimpin oleh Drs. Riyadi Alwi, yang merupakan anggota LKM waktu itu. Gedung yang dipakai pun masih menumpang di Gedung MI Raudhatussalam, sehingga, SMP Islam Ar-Ridho, merupakan sekolah yang melaksanakan proses belajar di siang hari. Namun sekarang, SMP Islam Ar-Ridho sudah memiliki gedung sendiri yang sangat representatif dengan 400 murid.


Apa yang dilakukan LKM ‘Paguyuban Warga Desa Tarikolot’ dan masyarakat pada tahun 2005, hanya sebuah ikhtiar kecil demi mewujudkan impian dari beberapa keluarga yang ingin agar anaknya tetap sekolah. Modal utama pendirian SMP ini adalah idealisme dan tanggung jawab moral masyarakat dan LKM akan pentingnya perkembangan pendidikan di Desa Tarikolot.


Hal ini juga merupakan jawaban dari kegundahan beberapa tokoh masyarakat dan anggota LKM, bahwa masih ada diskriminasi dan ketidakberdayaan bagi keluarga yang tak mampu untuk menyekolahkan anaknya, seperti yang menimpa Supriyadi dan Totong di atas (Waktu itu belum ada Program BOS). 

Mereka hanya dua anak tunas bangsa yang berusaha menemukan ‘Impian Indonesianya’ di masa depan, minimal, suatu saat nanti menjadi generasi yang berguna bagi desanya.

Selamat Hari Pendidikan Nasional.
02 Mei 2013.


My Blogs