Kisruh di internal Partai Demokrat (PD) semakin
menarik untuk dikaji pasca Ketua Dewan Pembina yang juga Ketua Majelis Tinggi
PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil langsung seluruh kendali PD, Jumat
(8/2/2013). Keputusan SBY tersebut dianggap telah "membonsai" Anas
Urbaningrum secara politik.
Langkah SBY tidak berhenti sampai mengambil alih PD.
Diprediksi langkah selanjutnya adalah bagaimana melucuti Anas dan
para loyalisnya di infrastruktur partai. Langkah yang sudah dilakukan
adalah mengurangi pengaruh Anas di daerah dengan mengundang 33 Ketua DPD Partai
Demokrat ke Cikeas untuk menandatangani Pakta Intergritas. Selanjutnya,
melaksanakan Rapimnas yang akan dilaksanakan pada hari Minggu besok
(17/02/2013). Beredar isu, Rapimnas akan dijadikan batu loncatan untuk
menggulingkan Ketua Umum. Wacana tersebut dilontarkan oleh Ketua DPP PD, Ulil
Abshar Abdalla.
"Partai Demokrat tidak boleh tersandera oleh status
hukum ketua umum. Tidak penting apakah ketum terlibat kasus Hambalang atau
tidak, tapi alangkah baiknya segera memunculkan nakhoda baru di partai
Demokrat," kata Ulil. Dilansir Detik.com (16/02/2013).
Tafsir atas
langkah SBY dideskripsikan semakin terbukanya konflik antara kubu SBY dan Anas
Urbaningrum. Dengan mengkaji anatomi konflik di internal PD, kita dapat
menggali akar persolaan konfliknya, dan siapa sebenarnya yang bermain di
konflik Partai dengan lambang mercy ini.
SBY, Partai
Demokrat Dan Kanalisasi Kekuatan Politik.
Presiden SBY dan
PD ibarat dua sisi mata uang. Tidak bisa dipisahkan. SBY Bersama beberapa tokoh
seperti Vence Rumangkang, Ahmad Mubarok, A. Yani Wachid dan Subur Budhisantoso,
membidani lahirnya PD.
Sebagai partai yang baru lahir, tentu saja infrastruktur
partainya belum kuat. Oleh karenanya, PD dan Presiden SBY menggunakan strategi
"kanalisasi" infrastruktur kekuatan-kekuatan politik yang sudah
mapan, baik organisasi masyarakat, pemuda, mahasiswa, keagamaan, profesional
bahkan militer, untuk duduk di struktur Partai, Kabinet, Staff Ahli dan posisi
lainnya.
Strategi
"kanalisasi" tersebut dengan cara merekrut tokoh-tokoh kuncinya.
seperti Anas Urbaningrum yang mengakar kuat dibasis KAHMI, Ulil Abshar
Abdalla yang mengakar di Pemuda NU, Andi Malarangeng dari
akademisi, Andi Arif dari Aktivist 1998, Chairul Tandjung dari Pengusaha dan
beberapa Purnawirawan Jenderal TNI.
Dengan "Kanalisasi" tersebut, diharapkan grass
root-nya mendukung Partai Demokrat. Bisa dikatakan pada akhirnya PD adalah
sebuah partai pelangi. Konsekwensi dari partai pelangi adalah rentan dengan
konflik kepentingan.
Pasca kemenangan
Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum tahun 2010, terjadi kristalisasi ditubuh
PD. Seolah-olah ada kubu Cikeas dan kubu Anas. Sudah jadi rahasia umum, Cikeas
kurang merestui Anas jadi Ketua Umum. Untuk meredakan ketegangan pasca Kongres
Bandung, Anas meyusun kabinet DPP yang sangat akomodatif. Semua kekuatan utama
pendukung Partai diberikan posisi, termasuk dari lingkaran dalam Cikeas dengan
menempatkan Ibas sebagai Sekjen Partai.
Untuk memperkuat
posisinya, Anas lebih fokus membangun basis dukungan di DPC dan DPD.
Salahsatunya dengan memanfaatkan infrastruktur KAHMI (Korps Alumni Himpunan
Mahasiswa Islam).
Sebagai pemenang Pemilu 2009, posisi Ketua Umum PD sangat
strategis sebagai batu loncatan menjadi calon Presiden di tahun 2014. Anas
Urbaningrum, tokoh muda yang ditempa dalam kawah chandradimuka organisasi HMI,
memang sejak dini disiapkan untuk jadi "The Next Indonesian
Presiden". Banyak pihak, khususnya keluarga besar KAHMI, menaruh
harapan besar kepada Anas sebagai tokoh muda yang bisa menjadi Pemimpin
Nasional dimasa mendatang.
Namun, skenario untuk menjadikan Anas Urbaningrum RI-1
tahun 2014 bisa dibaca oleh pihak lain. Ada upaya untuk menjegal Anas
Urbaningrum sejak dini. Sayangnya, hal tersebut datang dari internal partainya
sendiri, yaitu dengan meyeruaknya kasus Hambalang , awal terjadinya prahara
politik di PD.
Hal yang wajar
menjelang 2014, terjadi dinamika dalam sebuah partai politik, karena banyaknya
kepentingan kelompok. Kepentingan tersebut pada akhirnya memunculkan banyak
faksi, termasuk di internal PD. Masing-masing faksi berkeinginan untuk
memajukan jagonya jadi Capres di tahun 2014.
Tahun 2014, sudah pasti Presiden SBY tidak mencalonkan
kembali jadi Presiden. Tentu saja, PD harus mencari figur pengganti SBY untuk
menjadi Capres. Sebagian kalangan di Internal Demokrat, mengharapkan calon
pengganti SBY masih ada "trah" Cikeas. Kandidat terkuat adalah Ibu
Ani Yudhoyono.
Namun, Presiden
SBY pernah menepis anggapan tersebut. "Istri dan anak saya tidak akan
mencalonkan diri jadi Presiden pada tahun 2014" Sanggah Presiden dalam
suatu kesempatan, mengklarifikasi tentang isu pencalonan Ibu Ani sebagai
Capres alternatif tahun 2014.
Namun, kini menjelang Rapimnas PD, isu Keluarga Cikeas akan
mengambil-alih Demokrat kembali menyeruak. Yakni, dengan wacana KASAD TNI
Jenderal Pramono Edhie Wibowo (Ipar SBY) jadi Ketua Umum Partai jika KLB jadi
digelar. Jika benar, akan semakin menguatkan bahwa Cikeas tidak akan melepas
begitu saja pemilihan Presiden mendatang.
Dua Faksi
'Hijau" di Demokrat
Tidak bisa dipungkiri, dengan naiknya Anas Urbaningrum jadi
ketua Umum, kedudukan faksi KAHMI di Demokrat semakin kuat. KAHMI yang
berlatarbelakang organisasi Mahasiswa Islam, dikenal sebagai organisasi
"Hijau" karena kata "Islam" yang melekat dalam nama
organisasinya. HMI dan KAHMI mempunyai infrastruktur organisasi yang sangat
kuat. Kadernya menyebar hampir diseluruh Partai yang ada di Parlemen.
Diperkirakan 30-50% anggota Dewan diseluruh Indonesia, berasal dari KAHMI.
Kemudian faksi "hijau" lainnya di PD adalah para
Purnawirawan TNI, dengan Sudi Silalahi sebagai figur sentralnya. Sudah rahasia
umum, SBY didukung oleh kalangan Jenderal TNI ketika mencalonkan diri jadi
Presiden tahun 2004. Waktu itu, banyak Jenderal mendukung Menkopolhukam yang
dijabat SBY pasca konfrontasinya dengan Megawati.
Hal yang wajar jika TNI pada tahun 2004 punya agenda
politik. Pemilihan Umum 2004 merupakan momentum penting bagi TNI, karena
ada perubahan Undang-Undang Dasar (UUD)1945. Pasca Pemilu 2004, TNI
tidak bisa lagi diwakili dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Konsekwensi nya, TNI harus "angkat kaki" dari parlemen. Hal tersebut
menyebabkan banyak purnawirawan TNI yang berdiaspora atau menyebar ke berbagai
partai politik untuk bertarung dalam Pemilu 2004. Salah satunya melalui Partai
besutan SBY. Dengan demikian, terbuka lebar peluang mereka untuk masuk kembali
ke parlemen walaupun sudah berstatus purnawirawan atau sipil.
SBY yang
berlatarbelakang militer, sudah pasti mendapat dukungan penuh dari para
Purnawirawan TNI yang ada di Demokrat, apalagi Presiden adalah Panglima
Tertinggi TNI. Sudah jadi rahasia umum, TNI saat ini sangat solid mendukung SBY.
Memang, SBY dalam masa pemerintahannya sangat konsen untuk memodernisasi
Alutsista dan kesejahteraan prajurit TNI. Dalam APBN tahun 2013, porsi anggaran
TNI adalah yang terbesar.
Siapa Bermain
di Air Keruh?
Wacana Jenderal
Pramono Edhie Wibowo jadi Ketua Umum PD menggantikan Anas Urbaningrum
menyiratkan faksi dari purnawirawan dan loyalis SBY lainnya menginginkan Capres
Demokrat masih dari lingkungan Cikeas. Tidak menutup kemungkinan Jenderal
Pramono Edhie Wibowo menjadi Capres PD pada Pemilu 2014.
Politik adalah wilayah abu-abu, tidak mudah ditebak.
Manuver politik seperti bola liar, sulit diprediksi arahnya. Termasuk dalam
"prahara politik' di internal PD. Banyak pengamat mengatakan, akar
konflik PD adalah masalah di Ketua Umum yang terlibat korupsi. Benarkah hal
tersebut? Menurut penulis, akar konflik di PD tidak sederhana itu.
Kasus Ketua umum PD di Proyek Hambalang hanya masalah dipermukaannya saja.
Seperti fenomena gunung es, akar masalahnya jauh lebih besar. Perebutan
kursi Capres adalah akar masalah sebenarnya dalam konflik PD, sehingga ada
upaya untuk menyingkirkan Anas sebelum 2014.
Melihat konstelasi politik di internal PD, ada dua faksi
yang sangat kuat, yakni faksi "hijau" yang mendukung Anas, dan faksi
'hijau" yang mendukung SBY. Kesimpulannya, kisruh di Partai Demokrat
merupakan persaingan dua faksi 'hijau" tersebut menjelang 2014.
Sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/02/16/kisruh-demokrat-persaingan-dua-faksi-hijau-534199.html
Tulisan terkait :
[1] Ketika SBY Kecil Melawan mediawarga.blogspot.com/2013/01/ketika-sby-kecil-melawan.html
[2] Ada Udang di Balik [Bukit] Hambalang (Bagian Pertama) www.mediawarga.blogspot.com/2013/01/ada-udang-di-balik-bukit-bukit.html
[3] Ada Udang di Balik [Bukit] Hambalang (Bagian Kedua) www.mediawarga.blogspot.com/2013/01/ada-udang-di-balik-bukit-hambalang_25.html
0 komentar