Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

» » Air Bersih Mengalir Menjauhi Orang Miskin?

Bogor, 13 April 2007


"Bengawan Solo, Riwayatmu kini..............."

Mungkin petikan bait lagu di atas sudah tidak asing lagi di telinga kita. Lagu legendaris berjudul Bengawan Solo ciptaan Gesang, terkenal hingga ke mancanegara. Bait tersebut memberikan sedikit gambaran betapa melimpahnya kekayaan air di Indonesia. Tapi, bagaimana realita sekarang? Apakah sumber air yang melimpah sudah dimanfaatkan dengan baik? Atau malah sebaliknya, Indonesia yang tadinya kaya akan sumber air bersih, sekarang malah dalam kondisi krisis air bersih?

Penulis sempat menyaksikan sebuah acara dialog di Metro TV, dengan tema "Infrastruktur Air Bersih di Indonesia" beberapa waktu lalu, yang menghadirkan Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, Agoes Widjarnarko. Dalam dialog tersebut terungkap, hampir 80% infrastruktur untuk penyediaan air bersih di Indonesia dalam kondisi memperihatinkan.

Kemudian, dalam Konferensi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG's) di Jakarta pada 27-28 April 2005, Sekjen Yayasan Pendidikan Tirta Darma Ir Purwoko Hadi M.Sc memaparkan, 22% dari total penduduk Indonesia tidak memiliki akses air bersih, hanya 14% secara formal tersambung ke Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sementara itu, PDAM kini tengah dalam tekanan finansial, dimana dua pertiga kerugian umum PDAM disebabkan oleh tarif yang ditetapkan di bawah biaya. Karena itu, 40% dari suplai air tidak dihitung.

Tujuan utama pembangunan sektor air bersih dalam waktu dekat adalah meningkatkan akses dan kelangsungan pemberian pelayanan. PDAM mensuplai air ke 50% rumah tangga (36% lewat jaringan pipa dan sisanya lewat vendor) di daerah perkotaan, dimana 40 - 42% dari total rumah tangga disediakan masyarakat dan sistem yang dikelola rumah tangga. Di daerah pedesaan, PDAM hanya melayani sekitar 8% rumah tangga, dan sekitar 88% rumah tangga tersebut dilayani oleh mekanisme penyediaan sendiri (self-supply) yang disediakan oleh masyarakat maupun rumah tangga itu sendiri. (Sumber: Indonesia, Averting an Infrastructure Crisis: A Framework for Policy and Action; 2004)

Penyediaan air bersih bagi masyarakat erat kaitannya dengan keluaran-keluaran kualitas pembangunan manusia, dan hubungannya dengan tingkat kesehatan masyarakat, serta secara tidak langsung dampaknya dengan pertumbuhan ekonomi. Yang menjadi pertanyaan sekarang, mampukah masyarakat miskin menikmati pelayanan air bersih? Realitanya sekarang masyarakat miskin tidak mempunyai akses itu. Bahkan, masyarakat miskin harus membayar jauh lebih mahal guna mendapatkan air bersih tersebut.

Dalam Konferensi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG's) dihasilkan dua rekomendasi umum tentang tata kelola air bersih di Indonesia.

Pertama, PDAM dan pemiliknya — yakni pemerintah lokal — memerlukan target dan insentif yang tepat, sehingga jangkauan pelayanannya dapat diperluas untuk memenuhi pertumbuhan permintaan perkotaan. Jadi, pertanyaan kuncinya, bagaimana kebutuhan utama ini dapat dikembangkan guna meningkatkan akses orang miskin? Rekomendasinya adalah penyedia (PDAM) lebih tanggap kepada pengguna, khususnya masyarakat miskin; mendorong partisipasi swasta dan kompetisi antara penyedia independen serta mengoptimalkan kontribusi penyedia jasa swasta berskala kecil.

Kedua, dalam rangka menyediakan jaringan air bersih di pedesaan, masyarakat didorong untuk mandiri dalam penyediaan air bersih. Pemerintah hanya berperan sebagai penentu standar. Fasilitator, dalam rangka menampung aspirasi dari masyarakat yang kaitannya dengan perbaikan pelayanan air bersih dan pendukung pengguna (masyarakat), mengawasi kualitas dan akses pelayanan, khususnya kelangsungan akses orang miskin. Rekomendasinya adalah penyediaan pelayanan air bersih dan sanitasi berbasis komunitas. Kemudian, diperlukan eksplorasi lebih jauh untuk menyelesaikan hambatan kebijakan dan legislatif yang menghambat kelangsungan jangka panjang, dan relasinya dengan pelayanan air bersih, serta sanitasi berbasis komunitas.

Tanggung jawab pengadaan air bersih memang bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Pihak swasta dan masyarakat juga harus ikut serta dalam penyediaan air bersih. Dari dua rekomendasi umum di atas, rekomendasi ke-dua menarik untuk dicermati, yaitu penyediaan air bersih berbasis komunitas. Terkait hal tersebut, diharapkan melalui pendekatan PNPM – P2KP, rekomendasi tersebut dapat direalisasikan. PNPM – P2KP dapat mengadopsi program penyediaan air bersih berbasis masyarakat dari Departemen Kesehatan, yaitu Program WSLIC-2, untuk memperbaiki status kesehatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat berpendapatan rendah, yang memiliki masalah dalam megakses air bersih.

Menurut Pakar Sektor Air Bersih Drs. Taufan dalam presentasinya pada Konferensi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG's) menjelaskan dampak penggunaan air bersih oleh masyarakat miskin. Pertama, di Amerika Latin: rumah tangga miskin yang mendapatkan air bersih melalui perpipaan bisa meningkatkan kesejahtreaan sampai 20-50%. Kedua, hasil studi tahun 1991 di Jakarta: rumah tangga miskin bisa meningkatkan pendapatan hingga 5%. Ketiga, hasil studi UPDATE 2002 di Tangerang, Semarang, dan Indramayu: Rumah tangga yang paling miskin bisa meningkatkan pendapatan lebih dari 11%.

Dari paparan Drs. Taufan dapat disimpulkan, betapa strategisnya penyediaan air bersih bagi masyarakat dan pembangunan infrastrukturnya, berkaitan dengan penanggulangan kemiskinan. Diharapkan dengan PNPM – P2KP masyarakat bisa menyusun Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis), yang salah satu sasarannya adalah meningkatkan pemanfaatan air untuk melayani masyarakat miskin agar lebih baik.

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
This is the last post.

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?