Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

» » » » » » » » Gadis Cantik itu Bernama Indonesia


 
Sangat menarik untuk dikaji pasca pertemuan Menteri Luar negeri negara-negara ASEAN di Phnom Penh Kamboja pada 8 -13 Juli 2012, yang membahas konflik di Laut China Selatan (LCS). Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ASEAN, gagal mencapai kata sepakat dalam code of conduct tentang status Laut China Selatan (LCS).

Melihat gelagat hubungan Indonesia – China semakin mesra dibidang pertahanan, tentu saja membuat “cemburu” pihak lain, menganggap hal tersebut sebagai ancaman. Siapa yang Cemburu tersebut? tentu saja Amerika Serikat dan sekutu tradisionalnya Australia. Langkah cepat pun di ambil Paman Sam untuk mengamankan Indonesia supaya tidak jatuh kedalam pelukan China.

Dalam kunjungan Obama ke Indonesia, Amerika Serikat (AS) menawarkan hibah 2 skuadron Pesawat Tempur F-16, upgrade pesawat hercules, dilanjutkannya kerjasama dengan KOPASSUS, latihan militer bersama dan lain sebagainya. Kemudian yang lebih menghebohkan adalah keberhasilan Australia untuk mengajak Indonesia membawa jet tempur mutakhirnya Sukhoi S-30 ke Darwin untuk mengikuti latihan gabungan angkatan udara terbesar 6 negara yaitu Australia, AS, Indonesia, Singapura,

Gagalnya kesepakatan negara-negara ASEAN dianggap sebagai kemenangan Lobi dan Intelejen China dalam memecah belah suara ASEAN. Dalam terminologi yang lain, ini adalah kemenangan diplomasi China yang berhasil “meretakkan” keharmonisan ASEAN yang dikenal santun dan kompak dalam menyikapi berbagai masalah di regional.

Dilihat dari sejarah hubungan China – Kamboja, tidak kaget kalau pertemuan di Phnom Penh jadi antiklimak. di Asia Tenggara, Kamboja adalah sahabat tradisional China yang memang sudah lama menjadi sekutu dekatnya Selain Myanmar, Laos dan Vietnam.

Indonesia pun tidak luput dari upaya lobby, agar lebih merapat ke China. Kunjungan SBY ke China baru-baru ini memulai babak baru hubungan Indonesia – China. Dalam kunjungan SBY ke China, disepakati kerjasama bilateral diberbagai bidang antara Indonesia - China. Salah satunya dibidang pertahanan. Berita yangmenghebohkan adalah kerjasama alih teknologi Rudal China kepada Indonesia. Bahkan Militer China dan Indonesia baru-baru ini melakukan latihan bersama Pasukan Khusus ber tajuk “Sharp Knife II/2012” di Jinan Shandong China selama dua minggu. Cina pun berbaik hati dengan memberikan akses bagi pilot-pilot Sukhoi TNI AU untuk berlatih dengan menggunakan simulator Sukhoi di China.

Melihat gelagat hubungan Indonesia – China semakin mesra dibidang pertahanan, tentu saja membuat “cemburu” pihak lain, menganggap hal tersebut sebagai ancaman. Siapa yang Cemburu tersebut? tentu saja Amerika Serikat dan sekutu tradisionalnya Australia. Langkah cepat pun di ambil Paman Sam untuk mengamankan Indonesia supaya tidak jatuh kedalam pelukan China.

Dalam kunjungan Obama ke Indonesia, Amerika Serikat (AS) menawarkan hibah 2 skuadron Pesawat Tempur F-16, upgrade pesawat hercules, dilanjutkannya kerjasama dengan KOPASSUS, latihan militer bersama dan lain sebagainya. Kemudian yang lebih menghebohkan adalah keberhasilan Australia untuk mengajak Indonesia membawa jet tempur mutakhirnya Sukhoi S-30 ke Darwin untuk mengikuti latihan gabungan angkatan udara terbesar 6 negara yaitu Australia, AS, Indonesia, Singapura, Thailand dan Selandia Baru. Latihan ini berlangsung 27 Juli hingga 17 Agustus 2012 yang melibatkan sedikitnya 94 pesawat dan 2.200 pasukan. Belum lama berselang dalam kunjungan SBY ke Australia, disepakati hibah 4 Hercules Kepada Indonesia dari Australia yang belakangan mendapat tentangan dari DPR-RI karena biaya upgrade pesawatnya terlalu mahal dan dianggap sebagai balas jasa atas Grasi Corby oleh SBY.

Kawasan ASEAN saat ini seolah ada dibawah pengaruh dua negara adidaya, China – AS. ASEAN saat ini secara nyata telah diajak untuk memilih dua jalan yang saling merenggangkan satu sama lain. Tentu saja hal tersebut akan kontra produktif terhadap cita-cita terbentuknya ASEAN Community pada tahun 2015.

Anggota negara ASEAN yang masih mampu netral adalah Indonesia, meski secara jelas kita bisa memahami bahwa telah terjadi rebutan pengaruh antara AS dan China untuk merangkul Indonesia.

Indonesia punya nilai strategis untuk menyeimbangkan dua kekuatan antara China – AS. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas aktif. Dari sudut geografis, posisi indonesia sangat strategis, karena bisa menjadi daerah buffer (penyangga) masing-masing pihak. Kekayaan Indonesia yang melimpah memiliki daya tawar bagi hubungan yang sejajar dengan kedua negara, dari sisi kekuatan ekonomi Indonesia adalah yang terkuat di ASEAN, kemudian Pasar Indonesia potensial untuk produk – produk dari China dan AS.

Saat ini Indonesia ibarat gadis cantik yang sedang diperebutkan dua jejaka ganteng. Dua jejaka itu rela mengunakan jurus apapun untuk meluluhkan hati sang gadis. Namun sang gadis yang sudah dewasa, tidak mudah jatuh kedalam pelukan dua jejaka tersebut.

Saling berebut pengaruh antara Cina dan AS tentu akan menggangu stabilitas ASEAN. Oleh karena itu tantangan bagi Indonesia untuk menyatukan kembali semua anggota ASEAN agar kembali ke rule of game sebagai negara anggota ASEAN. Langkah yang dilakukan Menlu Marty Natalegawa yang melakukan safari kunjungan ke negara anggota ASEAN sejauh ini menghasilkan konsensus untuk kembali ke ”jalan yang benar”. Namun ke depan situasi keretakan niscaya akan terulang jika AS terus melakukan manuver di Asia Tenggara. Bahkan rencana AS menempatkan 60% kekuatan Armada lautnya di Asia Pasifik sampai tahun 2020 membuat suasana tambah “meriang” di regional ASEAN. Tentu saja langkah progresif AS tersebut akan dibalas dengan agresivitas kehadiran kapal perang China di LCS dan langkah diplomasi bertajuk kerjasama ekonomi dan kerjasama pertahanan dengan beberapa negara ASEAN.

(Diolah dari berbagai sumber)

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?