Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

» » » » Media, Pemilik Media dan Power Holder

Menjelang 2014, peran media menjadi penting dalam menegakkan demokrasi. Namun, saat ini independensinya menjadi sebuah tantangan tersendiri terkait mayoritas pemilik media mainstream sudah berafiliasi kepada partai politik. Dengan kekuasaaan (power holder) yang dimilikinya, media mampu mengarahkan opini publik. Media pada akhirnya menjadi corong kekuatan politik dan sangat partisan.

Melihat kondisi independensi Media yang demikian, Presiden SBY sempat menyinggungnya pada puncak Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-27 di Manado, Senin (11/2). Dalam sambutannya menyatakan pers di era demokrasi adalah salah satu pemegang power holder, oleh karenanya harus bisa menggunakan kekuasaannya dengan baik.

“Dimanapun di dunia ini, pemegang kekuasaan selalu menghadapi godaan. Oleh karena itulah saya selalu menganjurkan, mengajak kita semua, termasuk Presiden, sebagai salah satu power holder untuk pandai-pandai dengan penuh amanah kita menggunakan kekuasaan itu untuk sebesar-besar kepentingan rakyat yang sama-sama kita cintai”. Ungkap Presiden.

13611865771342437874

Apa yang dikatakan Presiden memang benar. Sejatinya Pers atau media massa disebut sebagai “Pilar keempat” demokrasi yang melengkapi “trias politica” yang sudah  ada, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Media massa, baik cetak maupun elektronik (termasuk media online), harus bisa mengawasi tiga pilar negara tersebut. Namun, pada praktiknya, masih ada media massa yang menyalahgunakan “power holder” yang dimilikinya, sering melebihi kewenangannya sebagai “wacthdog”.

Yang lebih memprihatinkan saat ini, konten atau acara media mainstream terindikasi  mengikuti keinginan Pemilik Media. Khususnya Media yang sahamnya dikuasai oleh Pengusaha yang juga politisi.


Gurita Media Milik Pengusaha

Berita mengejutkan datang dari Hary Tanoesoedibjo (HT), Pengusaha yang juga CEO MNC Grup, menyatakan bergabung dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pimpinan Wiranto, Minggu (17/02/2013).  Berita ini menjadi “hard news” ditengah hiruk pikuk pemberitaan “Kisruh Partai Demokrat” dan “Masalah Suap Impor Daging Sapi”. Menjadi penting, karena belum lama HT hengkang dari Partai Nasdem, partai besutan pemilik Media Group, Surya Paloh.

Ketika masih bergabung di Partai Nasdem, melalui iklan politiknya,  Visi HT masuk ke dunia politik karena ingin adanya perubahan di Indonesia. Iklan politik yang ditayangkan jaringan media MNC Grup seperti RCTI, MNCTV dan GlobalTV, mampu mengerek elektabilitas Partai Nasdem. Sebelumnya, Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menggelar survei pada 6-20 Desember 2012. Hasil survei itu, menyatakan Partai Nasdem  ada diurutan ke-enam, dengan  elektabilitas sebesar 5 persen, mampu mengalahkan PKS, PPP, PAN dan Partai Hanura.

Kemudian, Taipan sekaligus politisi yang memiliki jaringan media adalah Aburizal Bakri, Ketua Umum Partai Golkar. Melalui PT Visi Media Asia Tbk atau disebut VIVA, memiliki stasiun televisi ANTV, TVOne dan Sport One, serta portal berita online VIVA.co.id. Sudah menjadi rahasia umum, jaringan media milik  Bakrie & Brother tersebut lebih condong berafiliasi kepada Partai Golkar. Contohnya, ketika peliputan kampanye Pilgub Jabar, Pasangan Cagub H Irianto MS Syafiuddin atau YanceTatang yang diusung partai Golkar selalu mendapat porsi lebih dan selalu ditayangkan pertama dibandingkan kandidat lain.

Selanjutnya, Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem, melalui Media Grup, memiliki harian Media Indonesia, Lampung Post dan MetroTV. Sudah bisa kita lihat sepak terjangnya setiap hari, Jaringan Media Grup, khususnya MetroTV,  sangat kritis kepada Pemerintah, seperti media oposan.

Pengusaha media besar Indonesia lainnya adalah Charul Tanjung (CT).  Dibawah bendera CT Corp dengan Trans Corp sebagai perusahaan medianya, memiliki TransTV, Trans7 dan Portal Berita Detik.com. Walaupun  CT tidak masuk partai politik, namun jabatan sebagai Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) sangat strategis. Dan CT dikenal dekat dengan Presiden SBY. Tapi diakui, media jaringan  Trans Corp masih terlihat independent dalam penayangan beritanya.

Pertanyaannya sekarang, masih adakah media mainstream yang independent dan menjaga dengan amanah Power Holder yang dimilikinya?


Jawabannya masih ada. Seperti contoh, Grup Kompas Gramedia melalui harian Kompas, kompasTV, portal berita kompas.com, dan media warga bersama kompasiana.com masih independent dan tidak partisan.

Kemudian, Grup Jawa Post yang dimiliki Dahlan Iskan. Grup Jawa Post memiliki jaringan koran terbesar di Indonesia melalui Harian Radar dan RadarTV. Walaupun Pak Bos (sebutan Dahlan Iskan oleh para Wartawannya) menjadi Menteri Negara BUMN. Namun, dalam buku yang saya baca dengan judul “Dahlan Juga Manusia” karangan Siti Nas’yiah (Ita),  tidak diragukan lagi indepedensi Grup Jawa Post.

Memang, di negara yang dianggap  paling demokratis-pun, seperti Amerika Serikat, media mainstream yang partisan banyak bertebaran. Seperti contoh jaringan televisi Fox, cenderung pro kepada Partai Republik. Sah saja, media berpihak kepada salah satu kekuatan politik. Namun, bagi Indonesia yang rakyatnya masih belajar berdemokrasi, Media harus tetap menjaga Indepedensi dan amanah dalam menggunakan power holder yang dimilikinya, sesuai dengan harapan Presiden dalam puncak HPN ke-27.
Referensi tulisan:
  1. http://www.setkab.go.id/berita-7353-sambutan-presiden-republik-indonesia-pada-puncak-peringatan-hari-pers-nasional-hpn-tahun-2013-senin-11-februari-2013-di-grand-kawanua-international-city-manado.html
  2. id.wikipedia.org
  3. Buku Citizen Journalism (Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman) Karangan Pepih Nugraha.

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?