Menjelang 2014, peran media
menjadi penting dalam menegakkan demokrasi. Namun, saat ini
independensinya menjadi sebuah tantangan tersendiri terkait
mayoritas pemilik media mainstream sudah berafiliasi kepada partai
politik. Dengan kekuasaaan (power holder) yang
dimilikinya, media mampu mengarahkan opini publik. Media pada
akhirnya menjadi corong kekuatan politik dan sangat partisan.
Melihat kondisi independensi Media
yang demikian, Presiden SBY sempat menyinggungnya pada puncak
Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-27 di Manado, Senin (11/2).
Dalam sambutannya menyatakan pers di era demokrasi adalah salah satu
pemegang power holder, oleh karenanya harus bisa menggunakan kekuasaannya dengan baik.
“Dimanapun
di dunia ini, pemegang kekuasaan selalu menghadapi godaan. Oleh
karena itulah saya selalu menganjurkan, mengajak kita semua, termasuk
Presiden, sebagai salah satu power holder untuk
pandai-pandai dengan penuh amanah kita menggunakan kekuasaan itu untuk
sebesar-besar kepentingan rakyat yang sama-sama kita cintai”. Ungkap
Presiden.
Apa yang
dikatakan Presiden memang benar. Sejatinya Pers atau media massa
disebut sebagai “Pilar keempat” demokrasi yang melengkapi “trias
politica” yang sudah ada, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Media massa, baik cetak maupun elektronik (termasuk media online), harus
bisa mengawasi tiga pilar negara tersebut. Namun, pada praktiknya,
masih ada media massa yang menyalahgunakan “power holder” yang dimilikinya, sering melebihi kewenangannya sebagai “wacthdog”.
Yang lebih memprihatinkan saat ini,
konten atau acara media mainstream terindikasi mengikuti keinginan
Pemilik Media. Khususnya Media yang sahamnya dikuasai oleh Pengusaha
yang juga politisi.
Gurita Media Milik Pengusaha
Berita mengejutkan datang dari Hary
Tanoesoedibjo (HT), Pengusaha yang juga CEO MNC Grup, menyatakan
bergabung dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pimpinan Wiranto,
Minggu (17/02/2013). Berita ini menjadi “hard news” ditengah
hiruk pikuk pemberitaan “Kisruh Partai Demokrat” dan “Masalah Suap
Impor Daging Sapi”. Menjadi penting, karena belum lama HT hengkang dari
Partai Nasdem, partai besutan pemilik Media Group, Surya Paloh.
Ketika masih bergabung di Partai
Nasdem, melalui iklan politiknya, Visi HT masuk ke dunia politik
karena ingin adanya perubahan di Indonesia. Iklan politik yang
ditayangkan jaringan media MNC Grup seperti RCTI, MNCTV dan GlobalTV,
mampu mengerek elektabilitas Partai Nasdem. Sebelumnya, Saiful Mujani
Research & Consulting (SMRC) menggelar survei pada 6-20 Desember
2012. Hasil survei itu, menyatakan Partai Nasdem ada diurutan
ke-enam, dengan elektabilitas sebesar 5 persen, mampu mengalahkan
PKS, PPP, PAN dan Partai Hanura.
Kemudian, Taipan sekaligus politisi
yang memiliki jaringan media adalah Aburizal Bakri, Ketua Umum Partai
Golkar. Melalui PT Visi Media Asia Tbk atau disebut VIVA, memiliki
stasiun televisi ANTV, TVOne dan Sport One, serta portal berita online
VIVA.co.id.
Sudah menjadi rahasia umum, jaringan media milik Bakrie &
Brother tersebut lebih condong berafiliasi kepada Partai Golkar.
Contohnya, ketika peliputan kampanye Pilgub Jabar, Pasangan Cagub H Irianto MS Syafiuddin atau Yance–Tatang yang diusung partai Golkar selalu mendapat porsi lebih dan selalu ditayangkan pertama dibandingkan kandidat lain.
Selanjutnya, Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem, melalui Media Grup, memiliki
harian Media Indonesia, Lampung Post dan MetroTV. Sudah bisa kita
lihat sepak terjangnya setiap hari, Jaringan Media Grup, khususnya
MetroTV, sangat kritis kepada Pemerintah, seperti media oposan.
Pengusaha media besar Indonesia
lainnya adalah Charul Tanjung (CT). Dibawah bendera CT Corp dengan
Trans Corp sebagai perusahaan medianya, memiliki TransTV, Trans7 dan
Portal Berita Detik.com. Walaupun CT tidak masuk partai politik,
namun jabatan sebagai Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) sangat
strategis. Dan CT dikenal dekat dengan Presiden SBY. Tapi diakui,
media jaringan Trans Corp masih terlihat independent dalam penayangan
beritanya.
Jawabannya masih ada. Seperti contoh, Grup Kompas Gramedia melalui harian Kompas, kompasTV, portal berita kompas.com, dan media warga bersama kompasiana.com masih independent dan tidak partisan.
Kemudian, Grup Jawa Post yang
dimiliki Dahlan Iskan. Grup Jawa Post memiliki jaringan koran terbesar
di Indonesia melalui Harian Radar dan RadarTV. Walaupun Pak Bos
(sebutan Dahlan Iskan oleh para Wartawannya) menjadi Menteri Negara
BUMN. Namun, dalam buku yang saya baca dengan judul “Dahlan Juga
Manusia” karangan Siti Nas’yiah (Ita), tidak diragukan lagi
indepedensi Grup Jawa Post.
Memang,
di negara yang dianggap paling demokratis-pun, seperti Amerika
Serikat, media mainstream yang partisan banyak bertebaran. Seperti
contoh jaringan televisi Fox, cenderung pro kepada Partai Republik. Sah
saja, media berpihak kepada salah satu kekuatan politik. Namun, bagi
Indonesia yang rakyatnya masih belajar berdemokrasi, Media harus tetap
menjaga Indepedensi dan amanah dalam menggunakan power holder yang dimilikinya, sesuai dengan harapan Presiden dalam puncak HPN ke-27.
Referensi tulisan:
- http://www.setkab.go.id/berita-7353-sambutan-presiden-republik-indonesia-pada-puncak-peringatan-hari-pers-nasional-hpn-tahun-2013-senin-11-februari-2013-di-grand-kawanua-international-city-manado.html
- id.wikipedia.org
- Buku Citizen Journalism (Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman) Karangan Pepih Nugraha.
0 komentar