"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum. Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun ternyata tidak. Sesudah magrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan ku-isi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan"
Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, dengan air mata berlinang Khalifah Umar bangkit dan cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Khalifah Umar segera memikul gandum di punggungnya, untuk diberikan kepada janda tua yang sengsara itu.
Mungkin anda pernah mendengar kisah diatas, yaitu kisah Khalifah Umar dan seorang Ibu miskin yang menanak batu. Saking miskinnya si Ibu terpaksa menanak batu untuk menghibur putra-putrinya yang sedang lapar.
Seperti halnya Ibu tadi, saat ini di Jawa Timur sedang dihebohkan oleh fenomena bocah yang dipercaya bisa meyembuhkan berbagai macam penyakit dari sebongkah batu. Ribuan warga berbondong-bondong mendatangi rumah Muhammad Ponari untuk minta pengobatan. Banyak warga percaya jika meminum air yang telah dicelupkan batu tersebut, niscaya segala penyakitnya akan sirna.
Spontan Ponari saat ini bak seorang selebritis dari Jombang, mungkin ketenarannya sudah melebihi Inul Daratista. Ribuan orang saat ini masih bertahan di Desa Ponari walaupun kepolisian setempat sudah mengumumkan penutupan praktek pengobatan Ponari, berkaitan dengan jatuhnya empat korban tewas terinjak-injak saat berdesakan mengantri pengobatan.
Kasus Ponari pun berhebus ke gedung DPR. Komisi IX DPR menilai munculnya kasus Ponari disebabkan pelayanan kesehatan bagi warga miskin yang kurang maksimal dari Pemerintah. Program Jamkesmas dianggap belum bisa melayani seluruh masyarakat miskin.
Selain DPR, banyak tokoh mengkritik pemerintah, termasuk diantaranya Mantan Presiden Abdurahman Wahid yang biasa disapa Gus Dur. Menurut Gus Dur fenomena yang terjadi di Jombang, Jawa Timur adalah akibat angka kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia. Untuk menyembuhkan penyakit, masyarakat miskin lebih percaya kepada Ponari yang memiliki batu bertuah daripada Dokter. Hal ini disebabkan masih mahalnya biaya pengobatan di Indonesia. Menurut Gus Dur faktor birokrasi dianggap penyebab pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin jadi tidak maksimal dan pengobatan jadi mahal.
Tentu saja kritikan dari berbagai tadi langsung dibantah oleh Menteri Kesehatan. Siti Fadillah Supari menjelaskan tidak ada hubungan antara program Jamkesmas atau pelayan kesehatan lainnya dari Pemarintah dengan fenomena Ponari. Kasus Ponari lebih kepada keyakinan masyarakat yang masih percaya kepada hal-hal mistis, jadi penyelesainnya adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar lebih rasional dalam hal pengobatan.
Psikolog Sosial Sartono Mukaddis mengatakan, hal yang wajar jika orang sakit berusaha mencari cara untuk sembuh, bahkan meski pengobatan yang ditempuh dipandang tidak rasional. Sebab hal tersebut sudah menjadi kodrat manusia yang berusaha mencari penyembuhan ketika sakit, apalagi jika bisa didapatkan dengan cara yang mudah dan murah.
"Sangat kejam jika langsung memvonis masyarakat tersebut bodoh karena lebih percaya pada pengobatan yang tidak rasional, tanpa melihat latar belakangnya. Pada dasarnya mereka hanya membutuhkan uluran tangan mengingat kebanyakan dari mereka berpenghasilan rendah", ujar Sartono Mukaddis.
Memang fenomena Ponari ini harus segera diselesaikan, hal ini akan menjadi bola panas bagi Pemerintah menjelang pemilu. Tapi kesalahan memang tidak selayaknya diarahkan kepada pemerintah semua, kita sebagai warga masyarakat juga harus ikut serta mencari solusi dengan permasalahan Ponari, khususnya Alim Ulama, tenaga kesehatan, kelompok peduli dan LSM. Jangan sampai ada fenomena "Effek Ponari" dikemudian hari, yakni banyak orang meniru pengobatan ala Ponari.
Lalu bagaimana dengan pendapat anda sendiri?
(Oleh : Muhammad Ridwan)
Reperensi Tulisan :
1.Berita Media Elektronik
2.Koran Jakarta
Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, dengan air mata berlinang Khalifah Umar bangkit dan cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Khalifah Umar segera memikul gandum di punggungnya, untuk diberikan kepada janda tua yang sengsara itu.
Mungkin anda pernah mendengar kisah diatas, yaitu kisah Khalifah Umar dan seorang Ibu miskin yang menanak batu. Saking miskinnya si Ibu terpaksa menanak batu untuk menghibur putra-putrinya yang sedang lapar.
Seperti halnya Ibu tadi, saat ini di Jawa Timur sedang dihebohkan oleh fenomena bocah yang dipercaya bisa meyembuhkan berbagai macam penyakit dari sebongkah batu. Ribuan warga berbondong-bondong mendatangi rumah Muhammad Ponari untuk minta pengobatan. Banyak warga percaya jika meminum air yang telah dicelupkan batu tersebut, niscaya segala penyakitnya akan sirna.
Spontan Ponari saat ini bak seorang selebritis dari Jombang, mungkin ketenarannya sudah melebihi Inul Daratista. Ribuan orang saat ini masih bertahan di Desa Ponari walaupun kepolisian setempat sudah mengumumkan penutupan praktek pengobatan Ponari, berkaitan dengan jatuhnya empat korban tewas terinjak-injak saat berdesakan mengantri pengobatan.
Kasus Ponari pun berhebus ke gedung DPR. Komisi IX DPR menilai munculnya kasus Ponari disebabkan pelayanan kesehatan bagi warga miskin yang kurang maksimal dari Pemerintah. Program Jamkesmas dianggap belum bisa melayani seluruh masyarakat miskin.
Selain DPR, banyak tokoh mengkritik pemerintah, termasuk diantaranya Mantan Presiden Abdurahman Wahid yang biasa disapa Gus Dur. Menurut Gus Dur fenomena yang terjadi di Jombang, Jawa Timur adalah akibat angka kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia. Untuk menyembuhkan penyakit, masyarakat miskin lebih percaya kepada Ponari yang memiliki batu bertuah daripada Dokter. Hal ini disebabkan masih mahalnya biaya pengobatan di Indonesia. Menurut Gus Dur faktor birokrasi dianggap penyebab pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin jadi tidak maksimal dan pengobatan jadi mahal.
Tentu saja kritikan dari berbagai tadi langsung dibantah oleh Menteri Kesehatan. Siti Fadillah Supari menjelaskan tidak ada hubungan antara program Jamkesmas atau pelayan kesehatan lainnya dari Pemarintah dengan fenomena Ponari. Kasus Ponari lebih kepada keyakinan masyarakat yang masih percaya kepada hal-hal mistis, jadi penyelesainnya adalah memberikan penyuluhan kepada masyarakat agar lebih rasional dalam hal pengobatan.
Psikolog Sosial Sartono Mukaddis mengatakan, hal yang wajar jika orang sakit berusaha mencari cara untuk sembuh, bahkan meski pengobatan yang ditempuh dipandang tidak rasional. Sebab hal tersebut sudah menjadi kodrat manusia yang berusaha mencari penyembuhan ketika sakit, apalagi jika bisa didapatkan dengan cara yang mudah dan murah.
"Sangat kejam jika langsung memvonis masyarakat tersebut bodoh karena lebih percaya pada pengobatan yang tidak rasional, tanpa melihat latar belakangnya. Pada dasarnya mereka hanya membutuhkan uluran tangan mengingat kebanyakan dari mereka berpenghasilan rendah", ujar Sartono Mukaddis.
Memang fenomena Ponari ini harus segera diselesaikan, hal ini akan menjadi bola panas bagi Pemerintah menjelang pemilu. Tapi kesalahan memang tidak selayaknya diarahkan kepada pemerintah semua, kita sebagai warga masyarakat juga harus ikut serta mencari solusi dengan permasalahan Ponari, khususnya Alim Ulama, tenaga kesehatan, kelompok peduli dan LSM. Jangan sampai ada fenomena "Effek Ponari" dikemudian hari, yakni banyak orang meniru pengobatan ala Ponari.
Lalu bagaimana dengan pendapat anda sendiri?
(Oleh : Muhammad Ridwan)
Reperensi Tulisan :
1.Berita Media Elektronik
2.Koran Jakarta
0 komentar