Jakarta Tenggelam! Menjadi headline semua media mainstream
Online di hari Kamis (17/01/2013). Banjir Jakarta tahun ini, tidak
hanya terjadi di wilayah langganan banjir seperti Kampung Melayu. Jalan
Sudirman-Thamrin, Bundaran Hotel Indonesia dan Istana Negara-pun,
hampir tenggelam.
Keterangan foto: Presiden menggulung celananya, Presiden SBY meninjau banjir di Wisma Negara, kompleks Istana Jakarta, Kamis (17/1) pagi. (foto: anung/presidensby.info) |
Rusaknya
ekologi, menjadi penyebab berkurangnya daya dukung lingkungan di daerah
penyangga, khususnya di Bogor. Era tahun 80-an, di Kabupaten Bogor,
masih terdapat puluhan Situ (Danau Kecil) sebagai daerah tangkapan air.
Sekarang, bisa dihitung dengan jari. Hilangnya Situ di Kabupaten Bogor
karena beralih fungsi menjadi Permukiman. Tanpa menghiraukan Amdal,
banyak pengembang perumahan mereklamasi situ. Akibatnya, daerah
tangkapan air semakin menyusut.
Salah satu situ yang ada di Kec.Bojonggede, Kabupaten Bogor. (Sumber : pikiran-rakyat.com) |
Situ yang tersisa di Kabupaten Bogor, kondisinya-pun sangat memprihatinkan. Seperti dilansir pikiran-rakyat.com (Senin, 28/03/2011),
Sebanyak empat belas situ di wilayah Kabupaten Bogor mengalami kerusakan
yang cukup parah karena tidak terurus. Beberapa di antaranya dalam
kondisi rusak parah, kekeringan, bahkan ada juga yang beralih fungsi
sejak beberapa tahun silam.
Beberapa
situ yang tidak terawat antara lain, Situ Cibolang dan Cijantungeun
Ilir di Kecamatan Jasinga, Situ Wadana dan Cijapar di Kecamatan Parung
Panjang, Situ Cimanggis di Kecamatan Bojonggede, Situ Tonjong di
Kecamatan Tajurhalang, Situ Cogreg di Kecamatan Ciseeng, Situ Curug
Serpong di Kecamatan Gunung Sindur, Situ Cicau Cigadung di Kecamatan
Klapanunggal, Situ Rawa Jaler di Kecamatan Cileungsi, Situ Cijantung di
Kecamatan Cibinong, Situ Cipambuan Hilir di Kecamatan Babakan Madang,
Situ Cijujung di Kecamatan Sukaraja, dan Situ Leuwi Nutug di Kecamatan
Citeureup. Situ yang terawat baik, hanya terlihat di Situ Cikaret dan
Situ Kelurahan Tengah, yang kebetulan lokasinya didekat komplek
perkantoran Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor di Cibinong.
Pengelolaan
dan perawatan situ Bogor tidak optimal, karena masih tumpang tindih
antara kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut UU
Nomor 17 tahun 2004, Kewenangan pengelolaan situ ada di Pemerintah
pusat, melalui Balai Besar Sungai Ciliwung Cisadane, Kementrian
Pekerjaan Umum. Sehingga pemerintah daerah Kabupaten Bogor tidak bisa
mengambil tindakan apapun karena terganjal kewenangan pengelolaan situ
tersebut.
Perawatan
dan pengelolaan Situ tidak boleh dianggap sebelah mata. Tentu anda
masih ingat kasus Situ Gintung di Ciputat pada tahun 2009. Iya, pada
tanggal 27 Maret 2009 pagi, kita semua dikagetkan oleh berita mengenai
jebolnya tanggul Situ Gintung. Kejadian tersebut menyita perhatian
masyarakat begitu besar, bahkan Bapak Presiden dan Wakil Presiden-pun
menyempatkan diri untuk meninjau bencana di Situ Gintung.
Akibat
jebolnya tanggul situ tersebut, kawasan perumahan di bagian hilir Situ
Gintung disapu oleh air bah dan mengakibatkan 99 korban jiwa, ratusan
rumah hancur, dan sekitar 1000 orang harus mengungsi. Bencana tersebut,
walaupun tidak sebesar bencana tsunami di Aceh, namun tetap membuat kita
terharu, sedih dan tentunya juga bertanya-tanya, kenapa bencana
tersebut bisa terjadi dan kenapa begitu besar kerugian yang
ditimbulkannya? Orang awam-pun tahu jawabannya.
Iya,
apalagi kalau bukan karena kerakusan manusia, dengan merusak
lingkungannya sendiri. Jangan salahkan wilayah Bogor jika terjadi banjir
di Jakarta. Tenggelamnya Jakarta, secara tidak langsung disebabkan oleh
kelas menengah dan kaya. Kenapa? karena sebagian besar pengembang dan
pemilik Villa, seperti di kawasan Puncak, Gunung Halimun, Bukit Sentul
dan Hambalang adalah orang kaya. Berkelindan dengan pembangunan
perumahan elit yang mereklamasi Situ, semuanya orang kaya. Khususnya
berasal dari Jakarta. Kemudian, pemberi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
dan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) juga dibuat kaya.
Manusia
punya istilah, "Tidak ada makan siang gratis". Begitu-pun alam kalau
mereka bisa bicara, "Ada harga mahal yang harus dibayar manusia atas
ketamakannya". Padahal, bagi yang beragama Islam, Allah SWT telah
memperingatkan dalam Surat Ar-Rum Ayat 41 :
“Telah
tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia,
supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".
Tulisan ini untuk bahan intropeksi kita semua.
Referensi Tulisan
[1] www.pikiran-rakyat.com
[2] www.presidensby.info
0 komentar