Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

» » » RILIS WALHI JAWA BARAT (Kerusakan Koridor Ekologi Bodetabekpunjur)



“Alam Tak Pernah Mengatakan “IYA” Paling Banter Ia Mengatakan “MUNGKIN” dan Paling Sering Ia Mengatakan “TIDAK” (Albert Einstein, 1902)

Kerusakan pada koridir ekologi menjadi biang keladi bencana yang merebak dan meluas.
Beragam kasus bencana longor yang terjadi di Bogor dan Cianjur yang berujung malapetaka kematian serta banjir yang semakin meluas di Bekasi, Depok, dan Jakarta merupakan bencana ekologi akibat kerusakan koridor ekologis daerah aliran sungai yang semakin parah dan akut. 
Kerusakan ekologis terjadi di daerah aliran sungai (DAS) di hulu yaitu di kawasan Bogor, Puncak dan Cianjur yang rentan bencana dan di kawasan bawahnya di Tangerang, Jakarta, Depok dan Bekasi. Faktor curah hujan yang tinggi hanyalah pemicu.
 
Hal ini dikatakan Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Barat Dadan Ramdan dalam siaran pers di Bandung, Kamis (17/1/2013).

Sementara dataran rendah Bekasi, Depok dan Jakarta merupakan kondisi topografi alamiah yang berdekatan dengan pesisir laut utara Jawa namun permukaan tanahnya semakin turun akibat beban pembangunan dan eksploitasi air bawah tanah.

Walhi Jawa Barat memandang bahwa salah satu penyebab pokok bencana ekologi banjir yang semakin meluas di Jakarta, Depok dan Bekasi serta gerakan tanah dan longsor di Bogor karena adanya salah urus atau kelola ruang dan lingkungan hidup baik dalam skala kawasan, propinsi  maupun kabupaten/kota yang semakin buruk. 
Menurutnya, beragam kebijakan penataan ruang yang telah dikeluarkan baik oleh pemerintah pusat, propinsi Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta dan kabupaten/kota seperti Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kabupaten Cianjur, telah menjadi faktor yang determinan rusaknya ruang hidup ekologis yang berdampak longsor dan banjir dan berbuah malapetaka nyawa dan harta benda serta sumber kehidupan dan ekonomi masyarakat.
Dalam konteks kebijakan pusat, keluarnya Peraturan Presiden No 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur yang terlalu membuka peluang alih fungsi kawasan konservasi, resapan air, lindung dan produktif menjadi kawasan komersil, pemukiman/perumahan skala besar dan industri dan sarana pembangunan infrastruktur jalan tol yang masif.
Kerusakan ekologis juga diperparah dengan kebijakan rencana tata ruang wilayah di level propinsi dan di daerah terutama di Kabupaten/kota di wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Cianjur yang tidak memihak pada perlindungan koridor ekologi dan pengurangan resiko bencana ekologi.
Walhi Jawa Barat memeriksa kebijakan RTRW di tiap kabupaten/kota yang dikeluarkan semakin memasifkan terjadinya alih fungsi ruang dan kawasan untuk peningkatan pendapatan daerah. Disisi lain, kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta sensitive pada pengurangan resiko bencana tidak menjadi prioritas pembangunan wilayah/kawasan dan daerah.  

"Pengawasan dan penegakan hukum masih lemah dijalankan dan ditegakan bagi para pelaku (pengusaha) pelanggar aturan tata ruang dan lingkungan hidup," jelasnya.

Walhi memandang ke depan, krisis ekologis akan semakin kronis seiring dengan keluarnya kebijakan pemerintah yang tidak memihak pada perlindungan koridor ekologis dan pengurangan resiko bencana ekologi. 

Kebijakan Pemerintah Pusat seperti Pepres No 28 tahun 2012 tentang RTR Jawa Bali dengan agenda utama pembangunan infrastruktur wilayah yang makin massif. Selain itu, keluarnya Pepres No 32 tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) tahun 2011 -2025 yang memiliki potensi dan daya rusak terhadap koridor ekologis di Kawasan Bodetabekpunjur dengan agenda pembangunan industri jasa, bandara dan infrastruktur wilayah lainnya.  Artinya ke depan, malapetaka bencana ekologis akan semakin nyata dan parah.

Pernyataan sikap WALHI Jawa Barat menyatakan sikap dan menawarkan solusi kepada Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota:

  1. Melindungi, mengamankan dan menyelamatkan masyarakat dari ancaman bencana ekologis sesuai dengan mandate Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan. Bencana.
  2. Menjalankan strategi pembangunan wilayah yang mengarusutamakan keberlanjutan layanan alam dan lingkungan hidup serta pengurangan resiko bencana ekologi.
  3. Mengajak semua pihak bersolidaritas dan berpartisipasi membantu korban bencana ekologi di kawasan Bodetabekpunjur.
  4. Merevisi Pepres No 54 Tahun 2008, dan Pepres No 28 tahun 2012 dengan subtansi kebijakan yang lebih memihak pada perlindungan koridor ekologis dan Daerah Aliran Sungai di kawasan Bodebekpunjur dan Cagar Biosper Bopuncur.
  5. Merevisi kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah di Level Propinsi dan Kabupaten/Kota yang lebih memihak pada perlindungan koridor ekologis, pengurangan resiko bencana, pencegahan alih fungsi kawasan lindung dan resapan air dan lahan produkti.
  6. Membatalkan mega proyek pembangunan yang tertuang dalam kebijakan MPE3I yang nyata-nyata memihak pada kepentingan pemodal dan tidak memihak pada kepentingan lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat (petani).




Bandung, Kamis, 17 Januari 2013
Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat


TTD
Dadan Ramdan

Sumber : 
www.beritabogor.com
http://walhijabar.wordpress.com/

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?