Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

Rhoma Irama, Subkultur dan Capres 2014




 Sulingnya suling bambu…gendangnya kulit lembu….dangdut suara gendang rasa ingin berdendang.
Terajana… Terajana….ini lagunya, lagu India.

Siapa yang tidak mengenal lirik lagu diatas. Iya, sebagian besar masyarakat Indonesia pasti hapal lirik lagu tersebut. “Terajana” hanya sebagian kecil  hits yang diciptakan Bang Haji Rhoma Irama. Kompilasi lagu Melayu Bang Haji dengan berbagai jenis aliran musik, mulai rock, India, dan Pop menjadikan musiknya memiliki ciri khas.

Menurut Wikipedia, pada 13 Oktober 1973, Rhoma mencanangkan semboyan “Voice of Moslem” (Suara Muslim) yang bertujuan menjadi agen pembaru musik Melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Menurut Achmad Albar, penyanyi rock Indonesia, “Rhoma pionir. Pintar mengawinkan orkes Melayu dengan rock”. Tetapi jika kita amati ternyata bukan hanya rock yang dipadu oleh Rhoma Irama tetapi musik pop, India, dan orkestra juga. inilah yang menyebabkan setiap lagu Rhoma memiliki cita rasa yang berbeda.

“Hattrick” Kemenangan Rakyat Palestina


Kamis, 29 November 2012, merupakan tanggal bersejarah bagi rakyat Palestina, karena Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui peningkatan status Palestina sebagai negara pemantau non-anggota dari status sebelumnya sebagai entitas pemantau yang diwakili oleh Palestine Liberation Organization (PLO).

Peningkatan status Palestina oleh PBB ibarat “akta kelahiran” bagi negara Palestina, setelah perjuangan panjang  dengan menumpahkan banyak darah dan air mata rakyat Palestina selama 65 tahun.

Kemenangan diplomasi Palestina di PBB, merupakan “hattrick” kemenangan rakyat Palestina atas Israel. Ibarat main sepakbola, Palestina berhasil mengalahkan Israel dalam tiga pertandingan berturut-turut.

Pertama, kemenangan Rakyat Palestina dalam pertempuran delapan hari di Palagan Gaza, yang berlangsung dari tanggal 14 – 21 November 2012. Mengutip tulisan teman saya, Andi Hakim, via situs jejaring sosial Facebook,  “Kemampuan penduduk Gaza bertahan dari serangan pretext war (perang dalih) Israel ke Jalur Gaza, menyebabkan blunder bagi Pemerintah Israel, karena selain tidak didukung rakyatnya sendiri, perang tersebut mengubah persepsi dunia tentang kejahatan perang Israel”

Iya benar, serangan brutal Israel selama delapan hari terhadap wilayah Gaza, menuai banyak simpati terhadap rakyat Palestina. Sebaliknya, Israel menuai jutaan protes dan caci-maki, baik melalui media jejaring sosial maupun demonstrasi jalanan diseluruh dunia. Simpati dunia Internasional terhadap Palestina melalui media sosial, TV/Radio, pemberitaan surat kabar dan demonstrasi jalanan, mampu melawan opini yang dibangun media Israel dan sekutunya.

Media mainstream yang didominasi media massa Eropa dan AS, yang menyatakan dalih serangan terhadap Gaza adalah “Self Defense” terhadap serangan roket-roket Pejuang Hamas, tidak mampu melawan opini publik melalui media jejaring sosial, yang memposting jutaan foto dan video anak-anak dan perempuan yang meninggal dan terluka. Supremasi kekuatan militer Israel terhadap Hamas di front Palagan Gaza, dilawan simpatisan Palestina di front kedua, yakni “Palagan” Dunia Maya. Posting jutaan kali korban perang di Gaza, mengubah persepsi masyarakat internasional tentang tujuan perang Israel terhadap Palestina.

Kedua, kemenangan diplomasi Hamas dengan diberlakukannya gencatan senjata di Gaza. Bersedianya Israel menerima gencatan senjata yang difasilitasi Mesir, secara tidak langsung mengakui eksistensi politik Hamas di Palestina. Selama ini AS dan Israel tidak mengakui Hamas sebagai kekuatan politik pemenang pemilu, karena dianggap kelompok “terrorist”. Israel dan AS selama ini hanya mengakui kelompok Fatah/PLO sebagai penguasa otoritas Pelestina. Kemudian, gencatan senjata di Gaza yang difasilitasi Mesir, dianggap juga kemenangan politik Presiden Muhammad Mursi, karena selama ini kelompok Ikhwanul Muslimin tidak diakui eksistensinya oleh AS dan Israel.

Kemudian, kemenangan ketiga Rakyat Palestina adalah diakuinya Palestina oleh PBB sebagai negara pemantau non-anggota dari status sebelumnya sebagai entitas pemantau yang diwakili PLO. Berdasarkan hasil voting di Sidang Majelis Umum PBB di New York, Kamis (29/11/2012) waktu setempat, Palestina mendapat dukungan mayoritas, yakni 138 anggota Majelis Umum PBB. Sementara hanya 9 anggota yang menolak dan sisanya 41 anggota abstain.

Dengan status negara pemantau non-anggota, Palestina bisa bergabung ke dalam organisasi-organisasi PBB, serta terlibat dalam perjanjian-perjanjian internasional, termasuk mendaftarkan Israel ke Mahkamah Internasional atas kejahatan perang selama ini. Hal ini merupakan langkah maju bagi Palestina dalam upaya diplomasinya memperoleh kemerdekaan penuh atas wilayah-wilayah yang masih dikuasai Israel.

Sebelumnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidato menjelang voting digelar, menyebut pengakuan PBB bagi peningkatan status Palestina itu merupakan “napas baru” menuju negosiasi damai dengan Israel.

“Upaya kami bukan untuk mengakhiri proses negosiasi, yang telah kehilangan tujuan dan kepercayaan, melainkan bertujuan untuk mencoba napas baru untuk perundingan dan meletakkan fondasi yang kuat sesuai kerangka acuan resolusi internasional yang relevan agar negosiasi berhasil,” ujar Abbas, seperti dilansir KOMPAS.com (30/11/2012).

Sebagai penutup tulisan ini, kita semua sepakat bahwa Kemerdekaan Palestina adalah Rahmat dari Allah SWT, seperti-halnya kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia. Kemerdekaan Palestina bukan hanya kemenangan Rakyat Palestina dan Ummat Islam, melainkan kemenangan masyarakat Internasional yang cinta perdamaian. Sesungguhnya kemenangan Rakyat Palestina adalah kemenangan bagi kemanusiaan.
Tulisan ini saya dedikasikan bagi seluruh Rakyat Palestina, khususnya yang telah syahid mempertahankan tanah airnya. Semoga Allah SWT menempatkan semua Syuhada ke dalam surga, sesuai dengan janji-Nya. Amin.

Sumber : www.kompasiana.com/ridwan78

Referensi Tulisan :
1. KOMPAS.com (30/11/2012)
2. Pengakuan Palestina Melihat Proses dalam Diplomasi, Fanpage FB Andi Hakim; November 2012.

Sumber Foto : www.sinaimesir.net

 

KTT ASEAN 2012: Adu Kuat (Pengaruh) China-AS

1353432252368326602















KTT ASEAN tahun 2012 yang dilaksanakan di Phnom Penh, Kamboja, berakhir antiklimaks. Pertemuan Pemimpin ASEAN dengan delapan negara mitranya tidak mencapai sebuah “konsensus bulat” tentang bagaimana cara menangani konflik di Laut China Selatan (LCS). 

Tidak adanya konsensus mengenai isu LCS, seperti menegaskan kembali hasil pertemuan Menteri Luar negeri negara-negara ASEAN pada tanggal 8 -13 Juli 2012 di Phnom Penh, Kamboja, yang menyepakati ditundanya pembahasancode of conduct” tentang status LCS. 

Konflik LCS disebabkan klaim beberapa negara di Asia Tenggara terhadap wilayah di perairan China Selatan, yang diyakini memiliki sumber daya alam dan mineral yang sangat kaya.
Menarik untuk dikaji, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ASEAN, gagal mencapai kata sepakat suatu “permasalahan” di Asia Tenggara. Gagalnya kesepakatan negara-negara ASEAN mengenai code of conduct” LCS, dianggap kemenangan diplomasi China di Asia Tenggara. China berhasil “memecah belah” suara ASEAN dan meretakan “keharmonisan” negara anggotanya. 

Konsep Self Defense : Untuk Israel atau Palestina?

Dalam rangkaian kunjungannya ke Asia Tenggara pasca kemenangan pemilihan Presiden AS, Obama kembali menegaskan dukungannya terhadap Israel dalam konflik Gaza. Menurutnya, Israel saat ini tengah mempertahankan diri dari serangan rudal-rudal Pejuang Hamas yang sudah mampu menjangkau Ibukota Israel Tel Aviv dan kota-kota besar lainnya.

Kami mendukung penuh hak Israel dalam mempertahankan diri dari rudal-rudal yang mendarat di rumah-rumah dan tempat kerja, yang berpotensi membunuh warga sipil. Tidak ada negara yang menolerir rudal yang menghujani warganya,” ujar Obama dalam konferensi pers di Bangkok, dilansir VIVAanews, Senin 19 November 2012.

Tentu saja, pernyataan Obama tersebut sangat melukai rakyat Palestina dan Muslim Internasional. Pasca kemenangan Obama, sebenarnya masyarakat Muslim berharap ada perubahan kebijakan Amerika Serikat tentang status Palestina. Penegasan Obama terhadap Israel, membuyarkan harapan Muslim Internasional akan perdamaian di Timur Tengah dan kemerdekaan Palestina.

Notes From Lampung : NKRI Harga Mati Vs. Kesejahteraan Rakyat

Sejak menginjakan kaki di Tanah Sai Bumi Ruwai Jurai Lampung, Medio tahun 2011, Penulis sering melihat banner bertuliskan “NKRI Harga Mati” dan “Damai Itu Indah” dengan latar belakang Komandan Korem 043 Garuda Hitam Provinsi Lampung. Entah apakah supaya kondisi Provinsi Lampung ini kondusif atau mensosialisasikan sang Komandan Korem menjelang Pilgub Lampung.

Tapi banner tersebut seolah-olah tidak punya makna ketika berbagai kasus kekerasan terjadi di Provinsi Serambi Sumatra ini. Kekerasan dengan latar belakang SARA sering terjadi di wilayah yang disebut “Miniatur Indonesia” karena heterogenitas penduduknya. Mulai dari kasus Talang Sari dan Dipasena saat orde baru, kasus Mesuji serta yang terbaru  adalah Kasus Balinuraga di Lampung Selatan dan Kasus Bekri di. Lampung Tengah. Lampung sebagai “Miniatur Indonesia” sebenarnya bisa menjadi laboratorium kehidupan sosial politik di Indonesia diluar DKI Jakarta. Heterogenitas masyarakatnya bisa menjadi barometer kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika Lampung agak “demam” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka bisa dikatakan secara umum Indonesia juga sedang “demam” ,dan harus segera diberikan obatnya.

Palestina, Arab Spring dan Obama

Palestina kembali bergolak. Secara brutal, Israel menyerang Jalur Gaza yang dikuasai faksi Hamas pada tanggal 14 November 2012 atau sehari menjelang Tahun Baru Islam 1434 Hijriyyah. Sedikitnya 38 warga Palestina di Gaza tewas dalam serangan udara Israel, termasuk Komandan Militer Hamas, Ahmad Al-Jabari yang menjadi target utama serangan.

Syahidnya Al-Jabari, kehilangan besar bagi Hamas. Al-Jabari merupakan pejabat Hamas paling senior yang dibunuh, sejak Israel menyerbu Gaza empat tahun lalu. Ahmad Al-Jabari hanya salah satu nama dalam daftar panjang pemimpin Palestina yang dibunuh oleh Israel. Sebelumnya petinggi gerakan Fatah/PLO, Abu Jihad, Yaseer Arafat, dan Petinggi Hamas, Yahya Ayyas serta Syaikh Ahmad Yassin telah dibunuh oleh Israel.

Gadis Cantik itu Bernama Indonesia


 
Sangat menarik untuk dikaji pasca pertemuan Menteri Luar negeri negara-negara ASEAN di Phnom Penh Kamboja pada 8 -13 Juli 2012, yang membahas konflik di Laut China Selatan (LCS). Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ASEAN, gagal mencapai kata sepakat dalam code of conduct tentang status Laut China Selatan (LCS).

Melihat gelagat hubungan Indonesia – China semakin mesra dibidang pertahanan, tentu saja membuat “cemburu” pihak lain, menganggap hal tersebut sebagai ancaman. Siapa yang Cemburu tersebut? tentu saja Amerika Serikat dan sekutu tradisionalnya Australia. Langkah cepat pun di ambil Paman Sam untuk mengamankan Indonesia supaya tidak jatuh kedalam pelukan China.

Dalam kunjungan Obama ke Indonesia, Amerika Serikat (AS) menawarkan hibah 2 skuadron Pesawat Tempur F-16, upgrade pesawat hercules, dilanjutkannya kerjasama dengan KOPASSUS, latihan militer bersama dan lain sebagainya. Kemudian yang lebih menghebohkan adalah keberhasilan Australia untuk mengajak Indonesia membawa jet tempur mutakhirnya Sukhoi S-30 ke Darwin untuk mengikuti latihan gabungan angkatan udara terbesar 6 negara yaitu Australia, AS, Indonesia, Singapura,

Gagalnya kesepakatan negara-negara ASEAN dianggap sebagai kemenangan Lobi dan Intelejen China dalam memecah belah suara ASEAN. Dalam terminologi yang lain, ini adalah kemenangan diplomasi China yang berhasil “meretakkan” keharmonisan ASEAN yang dikenal santun dan kompak dalam menyikapi berbagai masalah di regional.

Dilihat dari sejarah hubungan China – Kamboja, tidak kaget kalau pertemuan di Phnom Penh jadi antiklimak. di Asia Tenggara, Kamboja adalah sahabat tradisional China yang memang sudah lama menjadi sekutu dekatnya Selain Myanmar, Laos dan Vietnam.

Indonesia pun tidak luput dari upaya lobby, agar lebih merapat ke China. Kunjungan SBY ke China baru-baru ini memulai babak baru hubungan Indonesia – China. Dalam kunjungan SBY ke China, disepakati kerjasama bilateral diberbagai bidang antara Indonesia - China. Salah satunya dibidang pertahanan. Berita yangmenghebohkan adalah kerjasama alih teknologi Rudal China kepada Indonesia. Bahkan Militer China dan Indonesia baru-baru ini melakukan latihan bersama Pasukan Khusus ber tajuk “Sharp Knife II/2012” di Jinan Shandong China selama dua minggu. Cina pun berbaik hati dengan memberikan akses bagi pilot-pilot Sukhoi TNI AU untuk berlatih dengan menggunakan simulator Sukhoi di China.

Melihat gelagat hubungan Indonesia – China semakin mesra dibidang pertahanan, tentu saja membuat “cemburu” pihak lain, menganggap hal tersebut sebagai ancaman. Siapa yang Cemburu tersebut? tentu saja Amerika Serikat dan sekutu tradisionalnya Australia. Langkah cepat pun di ambil Paman Sam untuk mengamankan Indonesia supaya tidak jatuh kedalam pelukan China.

Dalam kunjungan Obama ke Indonesia, Amerika Serikat (AS) menawarkan hibah 2 skuadron Pesawat Tempur F-16, upgrade pesawat hercules, dilanjutkannya kerjasama dengan KOPASSUS, latihan militer bersama dan lain sebagainya. Kemudian yang lebih menghebohkan adalah keberhasilan Australia untuk mengajak Indonesia membawa jet tempur mutakhirnya Sukhoi S-30 ke Darwin untuk mengikuti latihan gabungan angkatan udara terbesar 6 negara yaitu Australia, AS, Indonesia, Singapura, Thailand dan Selandia Baru. Latihan ini berlangsung 27 Juli hingga 17 Agustus 2012 yang melibatkan sedikitnya 94 pesawat dan 2.200 pasukan. Belum lama berselang dalam kunjungan SBY ke Australia, disepakati hibah 4 Hercules Kepada Indonesia dari Australia yang belakangan mendapat tentangan dari DPR-RI karena biaya upgrade pesawatnya terlalu mahal dan dianggap sebagai balas jasa atas Grasi Corby oleh SBY.

Kawasan ASEAN saat ini seolah ada dibawah pengaruh dua negara adidaya, China – AS. ASEAN saat ini secara nyata telah diajak untuk memilih dua jalan yang saling merenggangkan satu sama lain. Tentu saja hal tersebut akan kontra produktif terhadap cita-cita terbentuknya ASEAN Community pada tahun 2015.

Anggota negara ASEAN yang masih mampu netral adalah Indonesia, meski secara jelas kita bisa memahami bahwa telah terjadi rebutan pengaruh antara AS dan China untuk merangkul Indonesia.

Indonesia punya nilai strategis untuk menyeimbangkan dua kekuatan antara China – AS. Hal ini dimungkinkan karena Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas aktif. Dari sudut geografis, posisi indonesia sangat strategis, karena bisa menjadi daerah buffer (penyangga) masing-masing pihak. Kekayaan Indonesia yang melimpah memiliki daya tawar bagi hubungan yang sejajar dengan kedua negara, dari sisi kekuatan ekonomi Indonesia adalah yang terkuat di ASEAN, kemudian Pasar Indonesia potensial untuk produk – produk dari China dan AS.

Saat ini Indonesia ibarat gadis cantik yang sedang diperebutkan dua jejaka ganteng. Dua jejaka itu rela mengunakan jurus apapun untuk meluluhkan hati sang gadis. Namun sang gadis yang sudah dewasa, tidak mudah jatuh kedalam pelukan dua jejaka tersebut.

Saling berebut pengaruh antara Cina dan AS tentu akan menggangu stabilitas ASEAN. Oleh karena itu tantangan bagi Indonesia untuk menyatukan kembali semua anggota ASEAN agar kembali ke rule of game sebagai negara anggota ASEAN. Langkah yang dilakukan Menlu Marty Natalegawa yang melakukan safari kunjungan ke negara anggota ASEAN sejauh ini menghasilkan konsensus untuk kembali ke ”jalan yang benar”. Namun ke depan situasi keretakan niscaya akan terulang jika AS terus melakukan manuver di Asia Tenggara. Bahkan rencana AS menempatkan 60% kekuatan Armada lautnya di Asia Pasifik sampai tahun 2020 membuat suasana tambah “meriang” di regional ASEAN. Tentu saja langkah progresif AS tersebut akan dibalas dengan agresivitas kehadiran kapal perang China di LCS dan langkah diplomasi bertajuk kerjasama ekonomi dan kerjasama pertahanan dengan beberapa negara ASEAN.

(Diolah dari berbagai sumber)

TANGISAN BANG HAJI, AHOK DAN PEMILIH JAKARTA.

Bandar Lampung-Fanpage FB Muhammad Ridwan.
07 Agustus 2012.
Dua hari ini seluruh media mainstream baik online, cetak dan televisi ramai memberitakan dipanggilnya Bang H. Rhoma Irama oleh Panwaslu DKI, terkait ceramahnya dianggap menyinggung SARA. Berita tersebut bertambah nilai jualnya, ketika press conference divisualkan, Bang Haji sapaan akrab Rhoma Irama menangis.

Berita menangisnya sang Raja Dangdut ini sampai juga ke Jerman, sehingga teman saya di facebook Andi Hakim membuat tulisan yang menarik dengan judul “Haji Rhoma Irama antara Syaria dan SARA” di Wall-nya. Beragam komentar muncul atas tulisan tersebut. Salah satu petikan tulisan Andi Hakim yang menarik adalah :
“Memang benar Ahok Cina dan bukan Muslim, apa yang salah dengan ujaran Bang Haji? Sebagian kita yang masih cinta rezim persona non grata ala Soeharto dengan gampang bilang: itu memicu SARA!.”
Hal senada diungkap Politisi Muda PAN Bima Arya di salah satu Media Online, “masyarakat harus hati-hati dalam mengartikan isu SARA. Belum tentu jika ada seseorang yang menyampaikan jejak rekam calon tertentu dapat dikatakan pernyataan SARA.”

Di luar benar tidaknya isu SARA dalam ceramah Bang Haji, satu hal yang pasti respon publik dari kedua belah pihak, baik pendukung Foke-Nara maupun Jokowi-Ahok menjadi sangat politis. Kasus Bang Haji mirip dengan polemik fatwa tidak bolehnya seorang perempuan menjadi pemimpin oleh sebagian ulama. Fatwa tersebut dianggap upaya menjegal Megawati menjadi RI-1. Responnya menjadi sangat politis dan memojokan keputusan fatwa tersebut.Memang tidak ada larangan di Indonesia non-Muslim menjadi seorang pemimpin, termasuk menjadi seorang Presiden. Dalam UUD 1945 Pasal 6 ayat (1) dijelaskan : “Presiden ialah orang Indonesia asli”. Tidak dicantumkan harus beragama tertentu.

Namun dalam Praktek atau konvensi kenegaraan kita, memang hanya mengenal Presiden orang Indonesia asli dan beragama Islam. Dari kedelapan orang Presiden RI yang pernah menjabat, semuanya beragama Islam, bahkan pasangan Wakil Presidennya. Sebagai salah satu sumber hukum tata negara, konvensi kenegaraan yang selama ini dipraktekkan, akan menjadi rujukan utama bagi kalangan mayoritas yang akan bersikukuh bahwa Presiden adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam.

Tentu saja praktek kenegaraan diatas berimbas pula untuk praktek pemilihan pada level Gubernur atau Bupati. Ada semacam aturan tidak tertulis bahwa pemimpin di wilayah yang penduduknya mayoritas Muslim, maka pemimpin dan wakilnya harus Muslim. Aturan tidak tertulis tersebut diperkuat dengan adanya ayat dalam Al-Qur’an yang menyatakan seorang Muslim harus memilih pemimpin yang beragama Islam. Hal inilah yang mungkin mendorong Bang H. Rhoma Irama mengeluarkan pendapatnya dalam sebuah ceramah agama.
Munculnya Joko Widodo atau biasa disapa Jokowi memang fenomenal, program dan kebijakannya sebagai Walikota Solo mendapatkan banyak apresiasi baik dari dalam maupun luar negeri. Kemudian yang menjadi pusat perhatian yang lain adalah munculnya nama Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok sebagai pasangan Jokowi.

Basuki Tjahaja Purnama yang mempunyai nama asli Zhong Wan Xie, sebelumnya menjabat sebagai Bupati Belitung Timur pada periode 2005-2010. Ahok kala itu maju diusung dua partai gurem, yakni Partai Indonesia Baru dan Partai Nasional Banteng
Kemerdekaan. Isu utama yang di usung adalah pendidikan dan kesehatan.

Baru satu setengah tahun Ahok menjabat Bupati, Tiga Pilar Kemitraan, sebuah kelompok yang dibentuk oleh Masyarakat Transparansi Indonesia, Kadin, dan Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara, mendaulatnya sebagai satu di antara dua Tokoh Antikorupsi 2006.

Prestasi pasangan Jokowi-Ahok dimasing-masing daerahnya tentu saja jadi kredit point dalam pencalonan DKI-1. Pencitraan yang dibangun pasangan ini adalah perubahan baru untuk Jakarta. Tidak percuma jargon yang diusung pasangan ini, 40% lebih pemilih Jakarta memberikan suara untuk Jokowi-Ahok pada putaran pertama.

Khusus kepada Ahok, karena beliau adalah calon wakil gubernur DKI pertama yang berasal dari keturunan, pasti ada resistensi, khususnya dari kelompok masyarakat Islam yang belum terbiasa dengan praktek kepemimpinan Non-Muslim. Tapi untuk pemilih Jakarta adalah pengecualian.
Berbicara tentang pemilih di DKI Jakarta memang unik. Kota yang multi etnik ini tidak pernah jadi basis dari satu kekuatan politik tertentu walaupun mayoritas beragama Islam.

Pada Pemilu 1955, partai Islam Masyumi cukup mendominasi hasil pemilu di Jakarta. Partai pemenang berubah setelah Orde Baru berkuasa. Golkar sebagai mesin politik penguasa saat itu dapat dikatakan sebagai ”penguasa” Jakarta. Namun PPP pernah memenangi pemilu di Jakarta. Pada pemilu pertama di era reformasi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) berhasil menguasai pemilu dengan meraih 39,4 persen suara. Lalu disusul oleh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dengan meraih 17,2 persen. Namun dominasi PDI-P tidak berlangsung lama karena pada Pemilu tahun 2004 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berhasil meraih kemenangan. Meskipun corak haluannya sebagai partai Islam, tetapi ”wajah” yang ditampilkan PKS sangat berbeda dengan partai Islam lainnya.

Perpindahan pilihan parpol ini tentunya sangat situasional, tergantung kepentingan pragmatis semata. Jika pada Orde Baru PPP bisa menang, itu merupakan perlawanan terhadap penguasa s
aat itu. Demikian pula, PDI-P yang menang sesudahnya, lebih disebabkan kekecewaan pada Golkar sebagai pemenang Pemilu 1997. Namun, yang terjadi kemudian adalah kekecewaan rakyat kepada PDI-P yang dianggap tidak memenuhi janji kepada konstituen. Akibatnya, orientasi masyarakat mulai melirik partai lain yang dianggap menjanjikan. Lalu, PKS-lah yang berhasil memenangkan pemilu di Jakarta pada Pemilu 2004. Namun lagi-lagi pilihan warga Jakarta berbeda pada Pemilu 2009, Partai Demokrat berhasil menjadi Jawara di DKI.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pragmatisme politik masyarakat Jakarta yang terjadi tidak hanya pada kalangan masyarakat bawah, tetapi juga kelompok elite, seperti warga keturunan. Meski tidak memilih partai Islam, mereka akan bermain di PDI-P, Golkar, Demokrat atau pendatang baru seperti Gerindra dan Nasdem.

Sikap pragmatis masyarakat Jakarta pasti berlaku juga dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun ini. Jika warga Jakarta tidak puas dengan kepemimpinan Incumbent walapun didukung oleh banyak partai, pasti mereka akan memilih Pemimpin alternatif yang lebih menjanjikan.

Wallahu’alam.

Diolah dari berbagai sumber.

Disparitas Angka Kemiskinan

Buruh Indonesia Rawan PHK
Dalam peninjauan realisasi PNPM Mandiri di Propinsi Jawa Barat, tanggal 05 Maret 2008, di Bogor, Presiden SBY mengungkapkan keprihatinannya terhadap tayangan iklan yang mengangkat angka kemiskinan. Menurut Presiden, iklan tersebut tidak proporsional, karena menggunakan data Bank Dunia. Data tersebut, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan data yang dikeluarkan lembaga resmi Pemerintah, yaitu Biro Pusat Statistik (BPS).


Pada bulan Juli 2008, Pemerintah melalui BPS kembali merilis tentang data kemiskinan terbaru. Pada Selasa (1/7/08), BPS mengumumkan jumlah penduduk miskin pada Maret 2008, turun 2,21 juta orang dibandingkan kondisi Maret 2007. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin saat itu sebanyak 34,96 juta orang atau turun dibandingkan sebelumnya sebanyak 37.17 juta orang.

Seperti dilansir Harian Kompas (2/7/08), ada dua argumentasi yang diungkapkan BPS.  Pertama, penurunan angka kemiskinan terjadi di pedesaan, yang disebabkan kestabilan harga beras dan kenaikan riil upah Petani periode Maret 2007 - Maret 2008. Kedua, inflasi umum pada Maret 2008 terhadap Maret 2007 relatif stabil, yakni 8,17 persen dan rata-rata harga beras turun 3,01 persen pada periode yang sama. Kemudian analisa BPS diperkuat dengan data, bahwa 63 persen penduduk miskin tinggal di desa dan sebagian besar bekerja di sektor pertanian.

Rillis terbaru Pemerintah pada tahun 2008, kembali menuai kritik dari beberapa pengamat ekonomi, diantaranya dari Hendri Saparini. 
 
”Menggunakan beras sebagai barometer pengukur angka kemiskinan, merupakan penyederhanaan persoalan, walaupun ada program raskin dan bantuan langsung tunai untuk menutupi kebutuhan 2000 kalori/hari untuk konsumsi, tapi belum memperhitungkan kualitas hidup masyarakat”, Ungkap Hendri Saparini, dilansir Harian Kompas (2/8/08). 

Wajar jika Presiden SBY prihatin, sebab angka kemiskinan bisa mempengaruhi opini publik, apalagi iklan tersebut bermotif politik menjelang Pemilu 2009.

Terjadi kontroversi, ketika Bank Dunia meluncurkan laporan kemiskinan yang berjudul "Era Baru Pengentasan Kemiskinan di Indonesia" yang di dalamnya mengungkapkan bahwa jumlah orang miskin di Indonesia hampir separuhnya dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan BPS mengeluarkan data kemiskinan sekitar 39,1 juta orang.

1353585460238728836

Seperti dilansir Majalah Tempo (21/01/07), dalam sebuah artikel, Ekonom Bank Dunia, DR. Vivi Alatas menguraikan jawaban dari dua pertanyaan besar yang selama ini menjadi kontroversi seputar data kemiskinan yang dikeluarkan oleh Bank Dunia. Pertama,  Kenapa data kemiskinan Bank Dunia jauh lebih tinggi dibandingkan data BPS? Kedua, kriteria kemiskinan apa yang digunakan oleh Bank Dunia?

Dalam artikel DR. Vivi Alatas, akhirnya terungkap bahwa Bank Dunia mengunakan dua kriteria dalam menentukan garis kemiskinan. Pertama, menggunakan garis kemiskinan nasional yang didasarkan pada pola konsumsi 2.100 kalori per hari. Kedua, garis kemiskinan internasional berdasarkan PPP (purchasing power parity) US$ 1 dan US$ 2. Bank Dunia menggunakan keduanya, masing - masing untuk tujuan analisis yang berbeda.

Garis kemiskinan nasional yang dikeluarkan BPS yang berdasarkan pola konsumsi, digunakan Bank Dunia untuk menganalisis profil kemiskinan, penyebab kemiskinan dan telaah strategi atau program antikemiskinan di sebuah Negara. Namun Parameter kemiskinan yang digunakan oleh suatu negara tidak bisa digunakan oleh negara lain. Oleh karena itu dibuatlah garis kemiskinan internasional dalam bentuk nilai tukar PPP US$ 1 dan US$ 2, sebagai standar internasional yang bisa diterapkan diseluruh negara.

Menurut DR. Vivi Alatas, Nilai tukar PPP US$ 1 mempunyai pengertian berapa rupiah yang diperlukan untuk membeli barang dan jasa, yang bisa di beli dengan satu dollar di Amerika Serikat. Nilai tukar ini dihitung secara berkala dari data harga dan kuantitas konsumsi sejumlah barang dan jasa untuk setiap Negara. Dari perhitungan tersebut ditemukan bahwa 7,4 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi di bawah PPP US$ 1 per hari dan 49 persen di bawah PPP US$ 2 per hari.

Angka 49 persen tingkat kemiskinan inilah yang jadi kontroversi, namun angka ini jauh lebih baik dibandingkan tahun 1999, dimana sekitar 75 persen masyarakat Indonesia mengkonsumsi di bawah PPP US$ 2 per hari. 

Dibandingkan dengan Negara tetangga, tingkat kemiskinan PPP US$ 1 Indonesia sebanding dengan China (8 persen), sedikit di bawah Filipina (9,6 persen) dan sedikit di atas Vietnam (6,2 persen). Namun untuk posisi dengan standar US$ 2 per hari, Indonesia jauh lebih tinggi (49 persen), Bandingkan dengan konsumsi PPP US$ 2 China (26 persen), Filipina (39,3 persen) dan Vietnam (39,7 persen).

Dari data di atas, kita bisa analisis bersama, di Indonesia ada gap pendapatan yang sangat besar antara pendapatan US$ 1 (7,4 persen) dengan pendapatan di bawah US$ 2 (49 persen). Menurut DR. Vivi Alatas, besarnya selisih pendapatan US$ 1 dengan pendapatan US$ 2 atau 41,6%, mencerminkan tingginya kerentanan kemiskinan di Indonesia. Jadi, ada sekita 41,6% rakyat Indonesia rentan jatuh miskin, karena sejumlah besar hidup diantara pendapatan US$ 1 dan US$ 2 atau setara dengan US$ 1,5 per hari. Oleh karena itu, kenaikan harga BBM dan inflasi, gagal panen karena perubahan iklim, bencana alam, sakitnya anggota keluarga dan kehilangan pekerjaan dapat dengan mudah menjatuhkan rakyat Indonesia ke bawah garis kemiskinan.

Menurut DR. Vivi Alatas, diperlukan dua strategi utama dalam rangka langkah antisipatif menghadapi besarnya dinamika keluar masuk kemiskinan, serta tingginya kerentanan kemiskinan.

Pertama, memastikan penduduk miskin dapat memanfaatkan peluang - peluang pertumbuhan dengan baik melalui pemeliharaan stabilitas makro ekonomi, peningkatan kemampuan penduduk miskin melalui investasi pendidikan baik formal maupun non-formal, peningkatan akses masyarakat miskin terhadap kredit, infrastruktur, telekomunikasi, dan peluang kerja di sektor formal. Strategi kedua adalah, memastikan penduduk miskin, dalam mengatasi musibah yang menimpa mereka, tidak terjebak pada pilihan tindakan yang memiliki dampak buruk bagi masa depan mereka dan masa depan anak - anaknya.

Menurut DR. Vivi Alatas, kita bisa belajar dari pengalaman negara - negara Amerika Latin yang menjalankan program Conditional Cash Transfer (CCT). CCT adalah program bantuan tunai kepada keluarga miskin dengan prasyarat anak mereka bersekolah, dan balita serta ibu hamil harus mengikuti sejumlah protokol kesehatan yang ditetapkan.

Kalau kita amati, sejak awal, Pemerintahan SBY menjalankan strategi tersebut. Strategi itu diwujudkan dengan diluncurkannya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri), program CCT dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH). Untuk memudahkan akses terhadap kredit mikro, diluncurkannya program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Untuk bantuan yang sifatnya langsung, di bidang pendidikan ada Program Biaya Operasional Sekolah (BOS,) dibidang kesehatan ada program Jamkesmas. Kemudian ada pula program yang menjadi kontroversi sampai detik ini, yaitu program cash assistant (Bantuan Langsung Tunai). 

Intinya, harus ada sebuah program yang mampu menjamin keberlanjutan penghidupan masyarakat (livelihood) baik program peningkatan pendapatan, akses kepada kebutuhan dasar (sandang, pendidikan, kesehatan, perumahan), dan lain sebagainya. 

1353585575168105096

Kesimpulan dari pemaparan diatas, adanya disparitas (perbedaan) dalam menentukan angka kemiskinan antara Pemerintah dan Bank Dunia, disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis profil kemiskinan dan penyebab kemiskinan, sehingga ada perbedaan dalam menetapkan garis kemiskinan nasional.

Namun dibalik perdebatan mengenai angka kemiskinan, Pemerintahan SBY sudah membangun jembatan yang kokoh untuk generasi berikutnya, dalam perencanaan program penanggulangan kemiskinan. Melalui PNPM Mandiri, dengan memusatkan perhatian pada beberapa bidang prioritas, Indonesia memiliki kesempatan emas untuk membantu 34,96 juta penduduknya lepas dari jerat kemiskinan, dan juga mencegah sejumlah besar penduduk Indonesia yang saat ini tidak miskin, terjerembab ke dalam kemiskinan. Karena tanpa program kemiskinan yang terpadu dan terencana, niscaya banyak orang miskin baru di Indonesia, di tengah ekonomi global yang tidak kondusif.

*) Muhammad Ridwan, Konsultan PNPM Mandiri Perkotaan Provinsi Lampung.
Referensi Tulisan:
1. Seberapa Miskin Kita; Dr. Vivi Alatas, Majalah Tempo Edisi Januari 2007.
2. Harian Kompas, 02 Juli 2008.
3. Memahami Masalah Kemiskinan di Indonesia; Dr. Vivi Alatas, www.indovop.org.
Catatan: Data diatas masih menggunakan data tahun 2008.
Sumber Foto: Dokumentasi Pribadi


Tulisan terkait :
Notes From Lampung : NKRI Harga Mati Vs. Kesejahteraan Rakyat.