Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

» » » Desentralisasi, Detrimental Dan Trend Kemiskinan

Oleh : Andi Hakim
(Seorang Aktifis, Akademisi, Tinggal di Jerman)

Kenapa tingkat kemiskinan di beberapa region Indonesia terus bertambah? Sebetulnya agak mudah diterangkan.

Pertama, semenjak proses desentralisasi (politik), dimana kaki tangan kekuasaan pusat di daerah diamputasi, maka pemerintahan di daerah menganggap mereka memiliki kemampuan melakukan kebijakan (policy) dan memberikan solusi atas jurang kemiskinan di daerahnya. 

 
Kedua, alasan desentralisasi di Indonesia pasca 1998, belum diketahui pasti, tetapi argumen utama adalah bahwa selama masa Soeharto; pusat (Jakarta) menikmati kue terbanyak pembangunan (ekonomi) dengan mengeksploitasi kemiskinan.

Di sini dapat diterangkan, bahwa alam pikiran mereka yang menuntut desentralisasi masih berpikir Marxian; yang melihat ketimpangan/imbalance dan kesenjangan (inequality) sebagai masalah sosial utama. Sehingga selalu jawabannya adalah bagaimana pendekatan dialektika materialisme-historis yaitu politik-ekonomi menjawab masalah.

Alam pikiran dialektiktis seperti ini mudah sekali dimanfaatkan oleh mereka yang mengerti bagaimana caranya "mengkapitalisasi" sumber daya alam daerah.

Sehingga kita dapat melihat bagaimana para kepala daerah ini mendorong insentif pusat tetapi ingin diberi otonomi penuh mengejar pertumbuhan ekonomi di wilayahnya.

Sayangnya ada tiga faktor besar penghambat dalam proses memandirikan diri ini; 


[1] Perbedaan level pembangunan dan lokasi geografis yang menyadarkan orang bahwa soal pembagian pertumbuhan secara adil adalah soal bagaimana mendistribusikan kemakmuran-lewat pajak-dan-penghasilan. 
 
Artinya mereka yang tidak dapat mengejar pendapatan besar dari sektor pajak dan profit dari sumber daya alam seperti wilayah miskin akhirnya harus pasrah dan sadar bahwa mereka membutuhkan negara.

[2] Adalah mereka terus memaksakan pajak tinggi dan retribusi pada masyarakat dan pelaku usaha di wilayahnya. Hal yang mengakibatkan ongkos produksi tinggi, dan harga-harga yang semakin membuat susah masyarakat di daerah.

[3] Adalah cara yang paling mudah dikerjakan para kepala pemerintahan dan mereka yang menguasai sumber ekonomi; menjual tanah bagi industri dan menjadikan masyarakatnya buruh.

Ini bisa kita lihat dari tingginya perubahan fungsi lahan dari hutan menjadi sawit, dari persawahan menjadi pabrik. Juga masyarakatnya dari penggarap menjadi buruh sawit dan pabrik.

Ketiga masalah ini disebut dengan detrimental effect dari desentralisasi. Sehingga dapat dibayangkan setelah 2015 akan semakin banyak orang miskin di desa dan di kota-kota industri baru di Indonesia.


Sumber : https://www.facebook.com/andihakim03?group_id=0 

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?