Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

» » » » Ada Udang di Balik (Bukit) Hambalang [Bagian Kedua]

Desa Tangkil (Kiri Atas) dan Komplek PPMP-TNI dilihat dengan Google Earth
Kasus Pembangunan Sport Center di Bukit Hambalang, merupakan puncak gunung es dari beberapa kasus yang pernah terjadi di Hambalang Area sejak Orde Baru, khususnya kasus agraria. Hambalang Area adalah sebuah wilayah di Bogor yang meliputi Desa Tajur, Sukahati, Tarikolot, Hambalang, Tangkil, Sentul, Kadumangu, Cipambuan, Citaringgul, Karang Tengah hingga Tapos di Cibedug. Sebenarnya ada beberapa kasus agraria yang kurang mendapatkan publikasi selama ini. Melalui tulisan ini, saya akan uraikan beberapa kasus agraria yang pernah terjadi di Hambalang Area.

Keluarga Cendana di Hambalang.

Selama hampir 30 tahun, tanah di kawasan Hambalang area dikuasai oleh keluarga besar Cendana, melalui hak guna usaha (HGU) perkebunan kurang lebih 7050 hektar. Sebagian besar dikuasai oleh adik tiri Presiden Soeharto, Probosutejo, dan sisanya dikuasai oleh putra-putri Presiden Soeharto, diantaranya Tommy Soeharto. Pada tahun 2002, HGU tersebut habis masa berlakunya, kemudian Probosutedjo mengajukan perpanjangan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor. Permohonannya dikabulkan, Namun luas tanahnya dikurangi.

Penguasaan tanah Hambalang Area oleh keluarga besar Cendana, ternyata menyisakan cerita pahit bagi yang pernah tinggal di area tersebut.  Dalam tulisan pertama, dibahas skandal pengosongan Desa Tangkil, Kecamatan Citeureup, karena wilayah tersebut diklaim termasuk wilayah tanah HGU. Sekarang, 90% bekas wilayah Desa Tangkil sudah berubah menjadi  lapangan golf, perumahan mewah dan Komplek Pelatihan Pasukan Perdamaian PBB-TNI sekaligus Pusat Pelatihan Antiteroris.  [Silahkan baca: http://tulisanaridwan.blogspot.com/2013/01/ada-udang-dibalik-bukit-hambalang.html#.UZxsVVKIW9s ]. 

Selain skandal tersebut, ada beberapa kasus agraria lainya, antara lain :

Pertama, penguasaan lahan di Sentul oleh Tommy Soeharto untuk Pembangunan Sirkut Internasional.  Tommy Soeharto, pernah memanfaatkan nama Yayasan Supersemar, untuk mendapatkan lahan 144 hektare guna pembangunan Sirkuit Sentul. Sebelumnya, penguasaan tanah tersebut gagal, karena Pemerintah Provinsi  Jawa Barat menolaknya. Tapi entah kenapa, Tommy Soeharto berhasil menguasai tanah tersebut. Akibatnya, lahan pertanian masyarakat banyak yang digusur paksa melalui intimidasi dan ganti rugi yang tidak layak. 

Kedua, Penguasaan lahan di Leuweung Hideung, Hambalang, untuk pembangunan rumah mewah oleh Tommy Soeharto, yang kemudian proyeknya mangkrak, akibat krisis moteter. Akhirnya, pasca tahun  1998, perumahan mewah tersebut dihancurkan dan diduduki kembali oleh masyarakat Hambalang.

Ketiga, Penguasaan tanah oleh PT. Sentul City Tbk. Kurang lebih 3065 hektar dikuasai oleh perusahaan tersebut.  Sebagian tanahnya bermasalah. Sesuai data BPN Kabupaten Bogor, Sertifikat yang baru diterbitkan sekitar 2000 hektar. Sekitar 700 hektar masih bermasalah, karena banyak tanah masyarakat diklaim oleh pihak Sentul City. Sebagai informasi, sebelum bernama Sentul City, kawasan ini bernama Sentul Highland dengan pengembangnya, PT. Bukit Sentul. Kemudian, sahamnya diambil alih sebuah konsorsium, pemiliknya antara lain Keluarga Cendana dan Group Lippo, namanya berubah menjadi PT. Sentul City, Tbk.

Keempat, Penggusuran tanah secara paksa di Cipambuan, Sentul, mengakibatkan jatuhnya Korban Jiwa. Ketika itu, korban, seorang warga Cipambuan sedang menggarap lahan di Kebun Singkong, berusaha menghadang Buldozer, namun usahanya gagal, karena korban terkena serangan jantung.

Kelima, Penguasaan Tanah di Tapos, Bogor, untuk Pusat Peternakan Modern. Demi ambisi Presiden Soeharto memiliki Peternakan Modern (Ranch), melalui PT. RejoSari, pada tahun 1971 merampas tanah Petani. Sebagian besar saham perusahaan tersebut dikuasai oleh anak-anak Soeharto.   

Uraian kasus diatas hanyalah contoh kasus yang pernah terungkap. Masih banyak kasus agraria dimasa lalu, yang belum pernah terungkap diwilayah Hambalang Area.

 Wilayah Hambalang Area Sebagai Daerah Konservasi

Wilayah Hambalang Area, berdasarkan Perda Kabupaten Bogor No. 19 Tahun 2008, diperuntukan sebagai kawasan hutan produktif karena dekat dengan Taman Wisata Alam Gunung Pancar di Kecamatan Babakanmadang dan Kawasan Puncak.

Namun, realitanya kawasan tersebut banyak terdapat Perumahan Mewah, Lapangan Golf, Sarana Gedung Pemerintah, diantaranya Sport Center milik Kementrian Pemuda dan Olahraga, Komplek PPMP-TNI milik Kemetrian Pertahanan dan Tagana Training Center milik Kementerian Sosial.

Seperti dilansir Harian Radar Bogor (31/5/20120), pengalihan fungsi lahan ini, menjadi sorotan berbagai pihak, diantaranya dari Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Ernan Rustandi, Dekan Fakultas Pertanian. 

Menurut Dr Ernan Rustandi, "Pembiaran alih fungsi lahan itu justru bakal berakibat fatal, apalagi kalau sampai berdampak pada kerusakan lingkungan. Sesuai Undang-undang No 26 Tahun 2007, Melihat kawasan Bukit Hambalang saat ini, lahan tersebut masuk dalam kemampuan lahan kelas 5 ke atas. Artinya, kawasan ini memiliki kemampuan rendah dan terbatas untuk menopang pemukiman."
   
"Jelas sangat berpotensi longsor dan amblas lagi tanahnya. Belum lagi kerusakan lingkungan."

Peran Pemda Dalam Alih Fungsi Lahan

Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat, Dadan Ramdan, dalam rilisnya menyatakan :

"kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah di Level Propinsi dan Kabupaten/Kota tidak memihak pada perlindungan koridor ekologis, pengurangan resiko bencana, pencegahan alih fungsi kawasan lindung dan resapan air dan lahan produkti. Kemudian Peraturan Presiden No 54 tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur terlalu membuka peluang alih fungsi kawasan konservasi, resapan air, lindung dan produktif menjadi kawasan komersil, pemukiman/perumahan skala besar dan industri serta sarana pembangunan infrastruktur jalan tol yang masif"

Rilis Walhi tersebut sesuai dengan fakta alih fungsi lahan di wilayah Hambalang. Pengalihan fungsi lahan di Hambalang Area terjadi di era kepemimpinan Bupati Agus Utara Effendi yang merupakan Paman Wagub Jabar sekarang (Dede Yusuf). Saat itu, ketika masa berlaku tanah HGU milik keluarga Cendana berakhir, Agus Utara perintahkan perpanjangan HGU diserahkan sepenuhnya ke negara.

Kebijakan Bupati Bogor waktu itu, ternyata disambut oleh Pemerintah Pusat dengan menetapkan Hambalang sebagai lokasi Komplek Sport Center, Tagana Training Center dan Komplek PPMP-TNI. Padahal tanah tersebut masih dikategorikan sengketa antara pemilik HGU, masyarakat dan Pemerintah Daerah. Masalah tersebut baru terbuka ke publik, setelah kasus pembangunan Sport Center mencuat dan memaksa Bupati Bogor sekarang, Rahmat Yasin, menjadi Saksi di KPK dalam kasus pembangunan Sport Center miilik Kementerian Pemuda dan Olah Raga.

Tentu saja kebijakan pusat tersebut bertentangan dengan Perda Kabupaten Bogor No. 19 Tahun 2008 diatas. Jika melanggar Perda tersebut, siapapun pemberi izin peruntukan dan pemanfaatannya, maka pemberi izin bisa dipidanakan. 

Kinerja BPN

Carut marutnya Kasus Hambalang tidak terlepas dari Kinerja BPN, baik pusat maupun daerah. Hal ini dikarenakan, mantan Kepala BPN, Joyo Winoto, diindikasikan terkait kasus proyek pembangunan Sekolah Olah Raga Nasional Hambalang di Bogor, Jawa Barat.  Akhirnya Joyo Winoti dicopot dan digantikan Hendarman Supandji (Mantan Jaksa Agung).

Selama ini track record BPN kurang baik, terindikasi sebagai salah satu lahan basah untuk praktek korupsi. Bahkan, banyak terjadinya konflik agraria di Indonesia, seperti di Mesuji Lampung, tidak terlepas lemahnya kinerja BPN dalam mendata tanah antara asset negara, HGU dan milik rakyat.

Seperti dilansir inilah.com (14/06/2012), Hendarman Supanji, sebagai Kepala BPN yang baru, mengakui, selama menjadi Jaksa Agung, masalah pertanahan sangat menumpuk di lembaganya, bahkan kasus sengketa tanah menjadi kasus yang paling banyak terjadi di negeri ini, termasuk kasus pertanahan Hambalang.

Mengutip berita inilah.com, Hendarman Supandji mendapat tugas dari Presiden SBY untuk melakukan reformasi agraria, yakni distribusi tanah kepada rakyat kecil, sessuai amanah TAP MPR NO. 9/2001 dan menyelesaikan berbagai konflik agraria yang semakin marak di Indonesia.

Membahas masalah reformasi agraria, Bukit Hambalang sebenarnya masuk wilayah untuk program tersebut. Sekitar 250 - 300 hektar tanah di Hambalang dan sekitarnya, disiapkan untuk dibagikan kepada rakyat. Namun, sampai detik ini belum ada warga yang menerima tanah tersebut. Pertanyaannya, kemana tanah tersebut? Jangan sampai jatuh lagi ke oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
  

Kesimpulan

Dari paparan tulisan saya tentang Kasus Tanah di Hambalang Area, dapat ditarik kesimpulan :  

1. Ada indikasi pelanggaran HAM Berat (Kasus Cipambuan, Desa Tangkil dan Tapos), karena
terjadi penyerobotan tanah masyarakat atau terpaksa dijual dengan harga murah, karena adanya Intimidasi, oleh pihak-pihak tertentu,
2. Kebijakan HGU tanah negara ex-PTP oleh Yayasan/Perusahaan tertentu bermasalah, karena dekat dengan kekuasaan orde baru (contoh oleh Probosutedjo).
 3. Tanah yang masih sengketa karena berstatus HGU pindah tangan ke perorangan, swasta maupun negara, berubah peruntukan lahannya dan tidak sesuai dengan Perda No. 19 Tahun 2008 (Termasuk untuk Gedung Sport Center dan PPMP-TNI).
4. Adanya alih fungsi lahan, sehingga terjadi kerusakan ekologis,
6. Indikasi adanya korupsi besar-besaran oleh pihak-pihak tertentu, mulai level Pemerintah Desa, Kabupaten sampai Pemerintah Pusat.


Referensi Tulisan :
[1] Wikipedia.com
[2] Harian Radar Bogor
[3] inilah.com
[4] http://kompaskn.blogspot.com/ 
[5] Walhi Jawa Barat.
Tulisan terkait:
Ada Udang di Balik (Bukit) Hambalang [Bagian Pertama]

Share Artikel ke: Facebook Twitter Google+ Linkedin Technorati Digg
«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

0 komentar

Bagaimana Pendapat Anda?