Slider

Kolom Muhammad Ridwan

PNPM Mandiri

Media Sosial

Review Film

Berita

Kuliner

Aher Menang, bukan Semata Nagabonar

Hari Minggu, 03 Maret 2013, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat telah menetapkan pasangan nomor urut 4,  Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar (Aher - Demiz) sebagai pemenang Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Barat tahun 2013 dengan raihan 6.515.313 suara atau 32% dari jumlah suara sah.

Bertempat di Kantor KPU Provinsi Jawa Barat, Jalan Garut, Bandung, pasangan Aher - Demiz dinyatakan menang satu putaran, walaupun saksi dari pasangan nomor 5, Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki dan  Pasangan nomor 2, Yance-Tatang tidak menandatangani berita acara penetapan hasil rekapitulasi suara Pilgub Jabar. Bahkan Kubu pasangan nomor 5, Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki secara resmi menyatakan akan menggugat rekapitulasi perhitungan suara Pilgub Jawa Barat ke Mahkamah Konstitusi (MK), karena di-indikasikan banyak kecurangan.

Halaman Pertama Esai Anas di Tahun 1998

Anas Urbaningrum, seorang aktivis Mahasiswa yang dilahirkan dari rahim reformasi 1998. Seorang tokoh muda yang diharapkan menjadi pemimpin bangsa masa depan. Sebagai mantan Ketua Umum PB-HMI, pemikirannya tentang merajut Indonesia masa depan tidak diragukan lagi. Namun, langkah untuk mengimplementasikan gagasannya,  terhenti sementara terkait prahara di Internal Partai Demokrat. Membaca tulisan Anas Urbaningrum  di awal era reformasi, terlihat visinya yang sangat kuat untuk merubah Indonesia. Berikut halaman pertama sebuah essai Anas Urbaningrum ketika masih menjabat Ketua Umum PB. HMI, yang dimuat Jurnal Madani tahun 1998, dengan judul :

Gerakan Mahasiswa 1998 dan Pembangunan Civil Society
Oleh : Anas Urbaningrum
Sumber : http://dwikisetiyawan.files.wordpress.com

Sejarah baru politik Mahasiswa telah lahir. Bersamaan dengan Turunnya Soeharto, 21 Mei 1998, terbangun monumen historis yang di ukir oleh Mahasiswa Indonesia. Meskipun barangkali tak perlu disebut sebagai angkatan 1998. Fakta tak dapat ditampik bahwa Mahasiswa pada penghujung akhir dasawarsa ini telah menorehkan tinta emas menghantarkan negeri ini memasuki era baru, era reformasi setelah sukses memaksakan pergantian orde baru yang korup. Dari rahim gerakan yang dikreasi mahasiswa telah lahir bayi sejarah baru. Pintu jaman baru telah dibuka.

Hasil Akhir Pilgub Jabar : Aher - Demiz Menang

Hari ini, Minggu, 03 Maret 2013, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat   telah merampungkan perhitungan suara manual di 26 Kabupaten/Kota. Hasilnya, pasangan nomor urut 4,  Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar meraih suara terbesar, yakni 6.515.313 suara. 

Urutan kedua adalah  pasangan nomor 5, Rieke Diah Pitaloka dan Teten Masduki dengan hasil akhir memperoleh 5.714.997 suara. Di posisi ketiga, ditempati pasangan nomor urut 3 yakni Dede Yusuf-Lex Laksamana dengan raihan 5.077.522 suara.  Disusul pasangan Yance dan Tatang dengan raihan 2.448.358 suara.


Urutan terakhir pasangan calon independen Dikdik Mulyana dan Cecep NS Toyib dengan jumlah suara 359.233 suara. Berikut persentase perolehan suara masing-masing kandidat :

1. Dikdik Mulyana dan Cecep NS Toyib  : 359.233 suara (1,79%)
2. Yance dan Tatang : 2.448.358 (12,17%)
3. Dede Yusuf-Lex Laksamana : 5.077.522 (25,24%)
4. Aher - Deddy Mizwar : 6.515.313 (32,39%)
5. Rieke - Teten Masduki : 5.714.997 (28,41%)

Menakar Masa Depan Anas Urbaningrum

Pasca ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Proyek Hambalang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jum'at malam (22/02/13), Anas Urbaningrum langsung  menyatakan berhenti sebagai Ketua Umum Partai Demokrat  sekaligus sebagai kader, pada Sabtu 23 Februari 2013.

Banyak yang menyatakan, inilah akhir karir politik Anas. Karena, selain tidak punya jabatan politis, Anas terancam hukuman penjara yang cukup lama, jika terbukti bersalah dalam kasus proyek Hambalang.

Berdasarkan surat perintah penyelidikan atau Sprindik tertanggal 22 Februari 2013, Anas disangka melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jika sangkaan itu terbukti di Pengadilan Tipikor, Anas menghadapi ancaman hukuman penjara seumur hidup.

Pertanyaannya, benarkah karir Anas Urbaningrum "sudah tamat" sebagai politisi pasca ditetapkan sebagai tersangka Korupsi?

Politisi Tidak Pernah "Mati"

Menurut tokoh senior Himpunan Mahasiswa Islam, Akbar Tandjung, mengutip ucapan mantan Perdana Menteri Inggris Winston Churcill, politisi dapat terbunuh berkali-kali dalam politik, namun setelah terbunuh, politisi tersebut dapat bangkit kembali. Mengutip Kompas.com, Sabtu (23/02/13).

Prediksi Tepat: Aher - Demiz Menang!

Oleh : Muhammad Ridwan


Tadi pagi, Minggu, 24 Februari 2013 pukul 07.59 WIB, saya memposting tulisan di Kompasiana.com dengan judul "Prediksi: Aher Pemenang Pilgub Jabar". Dalam tulisan tersebut saya membahas hasil survei terbaru menjelang Pilgub Jabar oleh tiga lembaga survei, yakni Pusat Kajian dan Kebijakan Pembangunan (Puskaptis), Indonesia Strategic Institut (Instrat) dan PolMark Research Indonesia (PRC). Dimana pasangan Cagub-Cawagub Jabar No. 4, yakni Ahmad Heryawan - Deddy Mizwar  (Aher - Demiz) diprediksi akan jadi pemenang Pilgub Jabar yang akan digelar hari ini.

Berikut hasil survei dari ketiga lembaga tersebut sebelum Pemilu dilaksanakan :

Prediksi: Aher Pemenang Pilgub Jabar

Oleh : Muhammad Ridwan

Menurut survei terbaru tiga lembaga survei yakni Pusat Kajian dan Kebijakan Pembangunan (Puskaptis), Indonesia Strategic Institut (Instrat) dan PolMark Research Indonesia (PRC), Pasangan Cagub-Cawagub Jabar No. 4 yakni Ahmad Heryawan - Deddy Mizwar (Aher - Demiz) diprediksi akan jadi pemenang Pilgub Jabar yang akan digelar hari ini, Minggu, 24 Februari 2013.

Berikut hasil survei dari ketiga lembaga tersebut :

1. PUSKAPTIS
  • Aher- Demiz : 32.79%
  • Dede Yusuf - Lex : 28.39%
  • Rieke - Teten : 16.62%
  • Yance - Tatang : 14.17%
  • Dikdik - Cecep : 7.05%
2. INSTRAT
  • Aher- Demiz : 37.69%
  • Dede Yusuf - Lex : 30.20%
  • Rieke - Teten : 15.48%
  • Yance - Tatang : 12.44%
  • Dikdik - Cecep : 4.19%
3. POLMARK
  • Aher- Demiz : 26.6%
  • Dede Yusuf - Lex : 18.6%
  • Rieke - Teten : 15.48%
  • Yance - Tatang : 11.4%
  • Dikdik - Cecep : 2.4%
Dengan menganalisis hasil ketiga lembaga survei diatas, menurut Penulis, pemenang Pilgub Jabar hari ini adalah Pasangan No. 4 yaitu Aher - Demiz. Perkiraan menang satu putaran dengan suara 32 %, disusul pasangan No. 3 Dede Yusuf - Lex dengan perolehan suara 27 % dan Rieke - Teten dengan perolehan suara 16%. Kalau menurut anda bagaimana?


Media, Pemilik Media dan Power Holder

Menjelang 2014, peran media menjadi penting dalam menegakkan demokrasi. Namun, saat ini independensinya menjadi sebuah tantangan tersendiri terkait mayoritas pemilik media mainstream sudah berafiliasi kepada partai politik. Dengan kekuasaaan (power holder) yang dimilikinya, media mampu mengarahkan opini publik. Media pada akhirnya menjadi corong kekuatan politik dan sangat partisan.

Melihat kondisi independensi Media yang demikian, Presiden SBY sempat menyinggungnya pada puncak Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-27 di Manado, Senin (11/2). Dalam sambutannya menyatakan pers di era demokrasi adalah salah satu pemegang power holder, oleh karenanya harus bisa menggunakan kekuasaannya dengan baik.

“Dimanapun di dunia ini, pemegang kekuasaan selalu menghadapi godaan. Oleh karena itulah saya selalu menganjurkan, mengajak kita semua, termasuk Presiden, sebagai salah satu power holder untuk pandai-pandai dengan penuh amanah kita menggunakan kekuasaan itu untuk sebesar-besar kepentingan rakyat yang sama-sama kita cintai”. Ungkap Presiden.

13611865771342437874

Apa yang dikatakan Presiden memang benar. Sejatinya Pers atau media massa disebut sebagai “Pilar keempat” demokrasi yang melengkapi “trias politica” yang sudah  ada, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Media massa, baik cetak maupun elektronik (termasuk media online), harus bisa mengawasi tiga pilar negara tersebut. Namun, pada praktiknya, masih ada media massa yang menyalahgunakan “power holder” yang dimilikinya, sering melebihi kewenangannya sebagai “wacthdog”.

Yang lebih memprihatinkan saat ini, konten atau acara media mainstream terindikasi  mengikuti keinginan Pemilik Media. Khususnya Media yang sahamnya dikuasai oleh Pengusaha yang juga politisi.


Gurita Media Milik Pengusaha

Berita mengejutkan datang dari Hary Tanoesoedibjo (HT), Pengusaha yang juga CEO MNC Grup, menyatakan bergabung dengan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) pimpinan Wiranto, Minggu (17/02/2013).  Berita ini menjadi “hard news” ditengah hiruk pikuk pemberitaan “Kisruh Partai Demokrat” dan “Masalah Suap Impor Daging Sapi”. Menjadi penting, karena belum lama HT hengkang dari Partai Nasdem, partai besutan pemilik Media Group, Surya Paloh.

Ketika masih bergabung di Partai Nasdem, melalui iklan politiknya,  Visi HT masuk ke dunia politik karena ingin adanya perubahan di Indonesia. Iklan politik yang ditayangkan jaringan media MNC Grup seperti RCTI, MNCTV dan GlobalTV, mampu mengerek elektabilitas Partai Nasdem. Sebelumnya, Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menggelar survei pada 6-20 Desember 2012. Hasil survei itu, menyatakan Partai Nasdem  ada diurutan ke-enam, dengan  elektabilitas sebesar 5 persen, mampu mengalahkan PKS, PPP, PAN dan Partai Hanura.

Kemudian, Taipan sekaligus politisi yang memiliki jaringan media adalah Aburizal Bakri, Ketua Umum Partai Golkar. Melalui PT Visi Media Asia Tbk atau disebut VIVA, memiliki stasiun televisi ANTV, TVOne dan Sport One, serta portal berita online VIVA.co.id. Sudah menjadi rahasia umum, jaringan media milik  Bakrie & Brother tersebut lebih condong berafiliasi kepada Partai Golkar. Contohnya, ketika peliputan kampanye Pilgub Jabar, Pasangan Cagub H Irianto MS Syafiuddin atau YanceTatang yang diusung partai Golkar selalu mendapat porsi lebih dan selalu ditayangkan pertama dibandingkan kandidat lain.

Selanjutnya, Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasdem, melalui Media Grup, memiliki harian Media Indonesia, Lampung Post dan MetroTV. Sudah bisa kita lihat sepak terjangnya setiap hari, Jaringan Media Grup, khususnya MetroTV,  sangat kritis kepada Pemerintah, seperti media oposan.

Pengusaha media besar Indonesia lainnya adalah Charul Tanjung (CT).  Dibawah bendera CT Corp dengan Trans Corp sebagai perusahaan medianya, memiliki TransTV, Trans7 dan Portal Berita Detik.com. Walaupun  CT tidak masuk partai politik, namun jabatan sebagai Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) sangat strategis. Dan CT dikenal dekat dengan Presiden SBY. Tapi diakui, media jaringan  Trans Corp masih terlihat independent dalam penayangan beritanya.

Pertanyaannya sekarang, masih adakah media mainstream yang independent dan menjaga dengan amanah Power Holder yang dimilikinya?


Jawabannya masih ada. Seperti contoh, Grup Kompas Gramedia melalui harian Kompas, kompasTV, portal berita kompas.com, dan media warga bersama kompasiana.com masih independent dan tidak partisan.

Kemudian, Grup Jawa Post yang dimiliki Dahlan Iskan. Grup Jawa Post memiliki jaringan koran terbesar di Indonesia melalui Harian Radar dan RadarTV. Walaupun Pak Bos (sebutan Dahlan Iskan oleh para Wartawannya) menjadi Menteri Negara BUMN. Namun, dalam buku yang saya baca dengan judul “Dahlan Juga Manusia” karangan Siti Nas’yiah (Ita),  tidak diragukan lagi indepedensi Grup Jawa Post.

Memang, di negara yang dianggap  paling demokratis-pun, seperti Amerika Serikat, media mainstream yang partisan banyak bertebaran. Seperti contoh jaringan televisi Fox, cenderung pro kepada Partai Republik. Sah saja, media berpihak kepada salah satu kekuatan politik. Namun, bagi Indonesia yang rakyatnya masih belajar berdemokrasi, Media harus tetap menjaga Indepedensi dan amanah dalam menggunakan power holder yang dimilikinya, sesuai dengan harapan Presiden dalam puncak HPN ke-27.
Referensi tulisan:
  1. http://www.setkab.go.id/berita-7353-sambutan-presiden-republik-indonesia-pada-puncak-peringatan-hari-pers-nasional-hpn-tahun-2013-senin-11-februari-2013-di-grand-kawanua-international-city-manado.html
  2. id.wikipedia.org
  3. Buku Citizen Journalism (Pandangan, Pemahaman dan Pengalaman) Karangan Pepih Nugraha.

Kisruh Demokrat: Persaingan Dua Faksi “Hijau”?

Kisruh di internal Partai Demokrat (PD) semakin menarik untuk dikaji pasca Ketua Dewan Pembina yang juga Ketua Majelis Tinggi PD Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil langsung seluruh kendali PD, Jumat (8/2/2013). Keputusan SBY tersebut dianggap telah "membonsai" Anas Urbaningrum secara politik.

Langkah SBY tidak berhenti sampai mengambil alih PD. Diprediksi  langkah selanjutnya adalah bagaimana melucuti  Anas dan para loyalisnya di infrastruktur partai.  Langkah yang sudah dilakukan adalah mengurangi pengaruh Anas di daerah dengan mengundang 33 Ketua DPD Partai Demokrat ke Cikeas untuk menandatangani Pakta Intergritas. Selanjutnya, melaksanakan Rapimnas yang akan dilaksanakan pada  hari Minggu besok (17/02/2013). Beredar isu, Rapimnas akan dijadikan  batu loncatan untuk menggulingkan Ketua Umum. Wacana tersebut dilontarkan oleh Ketua DPP PD, Ulil Abshar Abdalla.

"Partai Demokrat tidak boleh tersandera oleh status hukum ketua umum. Tidak penting apakah ketum terlibat kasus Hambalang atau tidak, tapi alangkah baiknya segera memunculkan nakhoda baru di partai Demokrat," kata Ulil. Dilansir Detik.com (16/02/2013).
Tafsir atas langkah SBY dideskripsikan semakin terbukanya konflik antara kubu SBY dan Anas Urbaningrum. Dengan mengkaji anatomi konflik di internal PD, kita dapat menggali akar persolaan konfliknya, dan siapa sebenarnya yang bermain di konflik Partai dengan lambang mercy ini.

SBY, Partai Demokrat Dan Kanalisasi Kekuatan Politik.

Presiden SBY dan PD ibarat dua sisi mata uang. Tidak bisa dipisahkan. SBY Bersama beberapa tokoh seperti Vence Rumangkang, Ahmad Mubarok, A. Yani Wachid dan Subur Budhisantoso, membidani lahirnya PD.

Sebagai partai yang baru lahir, tentu saja infrastruktur partainya belum kuat. Oleh karenanya, PD dan Presiden SBY menggunakan strategi "kanalisasi" infrastruktur kekuatan-kekuatan politik yang sudah mapan, baik organisasi masyarakat, pemuda, mahasiswa, keagamaan, profesional bahkan militer, untuk duduk di struktur Partai, Kabinet, Staff Ahli dan posisi lainnya.


2014 : Bisakah Sipil Jadi Presiden?



Dalam sebuah seminar di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung, medio tahun 2001, Kepala Staf Territorial (Kaster) TNI saat itu, Letjend Agus Widjoyo, pernah memaparkan peran TNI dalam kepemimpinan nasional pasca 1998. Dalam presentasinya, Agus Widjoyo waktu itu menampilkan sebuah grafik, yang menggambarkan trend penurunan peran TNI dalam kepemimpinan nasional  periode 1998-2003.

Memang, pasca 1998, peran TNI dalam kehidupan sosial politik dikurangi, karena dihapuskannya Dwi Fungsi ABRI/TNI, serta dorongan kuat dari kekuatan sipil, agar TNI mereformasi diri.

Namun, dengan analisanya, Agus Widjoyo meramalkan, tren penurunan tersebut hanya sementara. Diprediksi paling cepat 5 - 10 tahun, kepemimpinan nasional akan kembali ke TNI. Prediksi Agus Widjoyo ternyata benar, bahkan lebih cepat.  Tahun 2004, melalui Pak SBY, TNI kembali jadi pemimpin nasional.

Menurut saya, analisa Agus Widjoyo sangat menarik, karena TNI sebagai organisasi yang paling rapi dan besar, seperti punya program yang terencana baik, agar putra terbaiknya selalu menjadi pemimpin nasional. Tidak ada yang salah memang. Ada pepatah"old soldier never die". Artinya, ketika sudah purnabakti dari TNI, seorang Purnawirawan statusnya jadi sipil dan bisa tetap mengabdi kepada negara, dengan jadi pengusaha, politisi bahkan jadi Presiden.

Ketika “SBY Kecil” Melawan

13556713671873398268
















Berita mundurnya Andi Malarangeng sebagai Wanbin Demokrat, serta pemecatan Ruhut Sitompul dari pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Demokrat cukup menyita perhatian semua media massa pada bulan Desember ini. Pasalnya, Andi Malarangeng dan Ruhut ‘Poltak” Sitompul dikenal sebagai loyalis SBY. Oleh beberapa pengamat, Mundurnya Andi Malarangeng dan Pencopotan Ruhut adalah upaya “mempreteli” para loyalis SBY di pengurus DPP dan Wanbin Demokrat. Reshuffle besar-besaran pengurus DPP Demokrat mengindikasikan semakin meruncingnya friksi ditubuh partai dengan lambang Bintang Mercy ini. 

Rhoma Irama, Subkultur dan Capres 2014




 Sulingnya suling bambu…gendangnya kulit lembu….dangdut suara gendang rasa ingin berdendang.
Terajana… Terajana….ini lagunya, lagu India.

Siapa yang tidak mengenal lirik lagu diatas. Iya, sebagian besar masyarakat Indonesia pasti hapal lirik lagu tersebut. “Terajana” hanya sebagian kecil  hits yang diciptakan Bang Haji Rhoma Irama. Kompilasi lagu Melayu Bang Haji dengan berbagai jenis aliran musik, mulai rock, India, dan Pop menjadikan musiknya memiliki ciri khas.

Menurut Wikipedia, pada 13 Oktober 1973, Rhoma mencanangkan semboyan “Voice of Moslem” (Suara Muslim) yang bertujuan menjadi agen pembaru musik Melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik Melayu serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Menurut Achmad Albar, penyanyi rock Indonesia, “Rhoma pionir. Pintar mengawinkan orkes Melayu dengan rock”. Tetapi jika kita amati ternyata bukan hanya rock yang dipadu oleh Rhoma Irama tetapi musik pop, India, dan orkestra juga. inilah yang menyebabkan setiap lagu Rhoma memiliki cita rasa yang berbeda.

“Hattrick” Kemenangan Rakyat Palestina


Kamis, 29 November 2012, merupakan tanggal bersejarah bagi rakyat Palestina, karena Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengakui peningkatan status Palestina sebagai negara pemantau non-anggota dari status sebelumnya sebagai entitas pemantau yang diwakili oleh Palestine Liberation Organization (PLO).

Peningkatan status Palestina oleh PBB ibarat “akta kelahiran” bagi negara Palestina, setelah perjuangan panjang  dengan menumpahkan banyak darah dan air mata rakyat Palestina selama 65 tahun.

Kemenangan diplomasi Palestina di PBB, merupakan “hattrick” kemenangan rakyat Palestina atas Israel. Ibarat main sepakbola, Palestina berhasil mengalahkan Israel dalam tiga pertandingan berturut-turut.

Pertama, kemenangan Rakyat Palestina dalam pertempuran delapan hari di Palagan Gaza, yang berlangsung dari tanggal 14 – 21 November 2012. Mengutip tulisan teman saya, Andi Hakim, via situs jejaring sosial Facebook,  “Kemampuan penduduk Gaza bertahan dari serangan pretext war (perang dalih) Israel ke Jalur Gaza, menyebabkan blunder bagi Pemerintah Israel, karena selain tidak didukung rakyatnya sendiri, perang tersebut mengubah persepsi dunia tentang kejahatan perang Israel”

Iya benar, serangan brutal Israel selama delapan hari terhadap wilayah Gaza, menuai banyak simpati terhadap rakyat Palestina. Sebaliknya, Israel menuai jutaan protes dan caci-maki, baik melalui media jejaring sosial maupun demonstrasi jalanan diseluruh dunia. Simpati dunia Internasional terhadap Palestina melalui media sosial, TV/Radio, pemberitaan surat kabar dan demonstrasi jalanan, mampu melawan opini yang dibangun media Israel dan sekutunya.

Media mainstream yang didominasi media massa Eropa dan AS, yang menyatakan dalih serangan terhadap Gaza adalah “Self Defense” terhadap serangan roket-roket Pejuang Hamas, tidak mampu melawan opini publik melalui media jejaring sosial, yang memposting jutaan foto dan video anak-anak dan perempuan yang meninggal dan terluka. Supremasi kekuatan militer Israel terhadap Hamas di front Palagan Gaza, dilawan simpatisan Palestina di front kedua, yakni “Palagan” Dunia Maya. Posting jutaan kali korban perang di Gaza, mengubah persepsi masyarakat internasional tentang tujuan perang Israel terhadap Palestina.

Kedua, kemenangan diplomasi Hamas dengan diberlakukannya gencatan senjata di Gaza. Bersedianya Israel menerima gencatan senjata yang difasilitasi Mesir, secara tidak langsung mengakui eksistensi politik Hamas di Palestina. Selama ini AS dan Israel tidak mengakui Hamas sebagai kekuatan politik pemenang pemilu, karena dianggap kelompok “terrorist”. Israel dan AS selama ini hanya mengakui kelompok Fatah/PLO sebagai penguasa otoritas Pelestina. Kemudian, gencatan senjata di Gaza yang difasilitasi Mesir, dianggap juga kemenangan politik Presiden Muhammad Mursi, karena selama ini kelompok Ikhwanul Muslimin tidak diakui eksistensinya oleh AS dan Israel.

Kemudian, kemenangan ketiga Rakyat Palestina adalah diakuinya Palestina oleh PBB sebagai negara pemantau non-anggota dari status sebelumnya sebagai entitas pemantau yang diwakili PLO. Berdasarkan hasil voting di Sidang Majelis Umum PBB di New York, Kamis (29/11/2012) waktu setempat, Palestina mendapat dukungan mayoritas, yakni 138 anggota Majelis Umum PBB. Sementara hanya 9 anggota yang menolak dan sisanya 41 anggota abstain.

Dengan status negara pemantau non-anggota, Palestina bisa bergabung ke dalam organisasi-organisasi PBB, serta terlibat dalam perjanjian-perjanjian internasional, termasuk mendaftarkan Israel ke Mahkamah Internasional atas kejahatan perang selama ini. Hal ini merupakan langkah maju bagi Palestina dalam upaya diplomasinya memperoleh kemerdekaan penuh atas wilayah-wilayah yang masih dikuasai Israel.

Sebelumnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, dalam pidato menjelang voting digelar, menyebut pengakuan PBB bagi peningkatan status Palestina itu merupakan “napas baru” menuju negosiasi damai dengan Israel.

“Upaya kami bukan untuk mengakhiri proses negosiasi, yang telah kehilangan tujuan dan kepercayaan, melainkan bertujuan untuk mencoba napas baru untuk perundingan dan meletakkan fondasi yang kuat sesuai kerangka acuan resolusi internasional yang relevan agar negosiasi berhasil,” ujar Abbas, seperti dilansir KOMPAS.com (30/11/2012).

Sebagai penutup tulisan ini, kita semua sepakat bahwa Kemerdekaan Palestina adalah Rahmat dari Allah SWT, seperti-halnya kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia. Kemerdekaan Palestina bukan hanya kemenangan Rakyat Palestina dan Ummat Islam, melainkan kemenangan masyarakat Internasional yang cinta perdamaian. Sesungguhnya kemenangan Rakyat Palestina adalah kemenangan bagi kemanusiaan.
Tulisan ini saya dedikasikan bagi seluruh Rakyat Palestina, khususnya yang telah syahid mempertahankan tanah airnya. Semoga Allah SWT menempatkan semua Syuhada ke dalam surga, sesuai dengan janji-Nya. Amin.

Sumber : www.kompasiana.com/ridwan78

Referensi Tulisan :
1. KOMPAS.com (30/11/2012)
2. Pengakuan Palestina Melihat Proses dalam Diplomasi, Fanpage FB Andi Hakim; November 2012.

Sumber Foto : www.sinaimesir.net

 

KTT ASEAN 2012: Adu Kuat (Pengaruh) China-AS

1353432252368326602















KTT ASEAN tahun 2012 yang dilaksanakan di Phnom Penh, Kamboja, berakhir antiklimaks. Pertemuan Pemimpin ASEAN dengan delapan negara mitranya tidak mencapai sebuah “konsensus bulat” tentang bagaimana cara menangani konflik di Laut China Selatan (LCS). 

Tidak adanya konsensus mengenai isu LCS, seperti menegaskan kembali hasil pertemuan Menteri Luar negeri negara-negara ASEAN pada tanggal 8 -13 Juli 2012 di Phnom Penh, Kamboja, yang menyepakati ditundanya pembahasancode of conduct” tentang status LCS. 

Konflik LCS disebabkan klaim beberapa negara di Asia Tenggara terhadap wilayah di perairan China Selatan, yang diyakini memiliki sumber daya alam dan mineral yang sangat kaya.
Menarik untuk dikaji, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah ASEAN, gagal mencapai kata sepakat suatu “permasalahan” di Asia Tenggara. Gagalnya kesepakatan negara-negara ASEAN mengenai code of conduct” LCS, dianggap kemenangan diplomasi China di Asia Tenggara. China berhasil “memecah belah” suara ASEAN dan meretakan “keharmonisan” negara anggotanya. 

Konsep Self Defense : Untuk Israel atau Palestina?

Dalam rangkaian kunjungannya ke Asia Tenggara pasca kemenangan pemilihan Presiden AS, Obama kembali menegaskan dukungannya terhadap Israel dalam konflik Gaza. Menurutnya, Israel saat ini tengah mempertahankan diri dari serangan rudal-rudal Pejuang Hamas yang sudah mampu menjangkau Ibukota Israel Tel Aviv dan kota-kota besar lainnya.

Kami mendukung penuh hak Israel dalam mempertahankan diri dari rudal-rudal yang mendarat di rumah-rumah dan tempat kerja, yang berpotensi membunuh warga sipil. Tidak ada negara yang menolerir rudal yang menghujani warganya,” ujar Obama dalam konferensi pers di Bangkok, dilansir VIVAanews, Senin 19 November 2012.

Tentu saja, pernyataan Obama tersebut sangat melukai rakyat Palestina dan Muslim Internasional. Pasca kemenangan Obama, sebenarnya masyarakat Muslim berharap ada perubahan kebijakan Amerika Serikat tentang status Palestina. Penegasan Obama terhadap Israel, membuyarkan harapan Muslim Internasional akan perdamaian di Timur Tengah dan kemerdekaan Palestina.

PAN-Islamisme, Nasionalisme Sekuler dan Kemerdekaan Palestina

1353243127836615465
Mesjid Al-Aqso di Yerusalem

Belum reda krisis kemanusiaan di Suriah, demonstrasi besar-besaran kembali terjadi di Jordania dan Bahrain. Tuntutannya hampir sama seperti yang terjadi di Mesir, Tunisia, Libya dan Yaman, yaitu reformasi politik dan ekonomi. Timur Tengah semakin carut marut, karena ditengah eforia gerakan “Arab Spring” Israel melakukan aksi sepihak menyerang Jalur Gaza. Serangan brutal Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza telah menewaskan kurang lebih 80 orang, termasuk pimpinan sayap militer Hamas, Ahmad Al-Jabari.

Serangan Israel ke Jalur Gaza merupakan ujian bagi Pemimpin Arab pasca Arab Spring, termasuk Muhammad Mursi sebagai Presiden Mesir. Mursi sudah mengatakan bahwa Mesir tidak akan meninggalkan Gaza sendirian, Mesir sekarang berbeda dengan Mesir yang lalu dan Arab sekarang berbeda dengan Arab yang lalu. Ini merupakan komitmen bagi kekuatan Politik Islam di Timur Tengah terhadap Palestina. Pertanyaannya sekarang, mampukah kekuatan Politik Islam di Timur Tengah mewujudkan Kemerdekaan Palestina?


Kemenangan Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin (IM) dalam pemilihan Presiden Mesir dianggap sebagai momentum kebangkitan Islam Politik di Timur Tengah. Kemenangan IM menegaskan munculnya kekuatan Islamis pascarevolusi Arab Spring. Bukan hanya IM di Mesir yang berhasil memenangi pemilu demokratis. Partai politik Islam di negeri Arab lain juga menuai sukses setelah mengalami penindasan panjang. Pemilu Tunisia, tempat bermula Arab Spring, juga dimenangi Partai Ennahda dengan 41 persen. Warga Maroko juga memenangkan Partai Keadilan dan Pembangunan dengan 107 di antara 395 kursi. di Turki, Partai Keadilan dan Pembangunan atau AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) yang Islami pimpinan Erdogan kembali mencatat sejarah fenomenal. AKP memenangi pemilu 12 Juni 2011 dengan suara mayoritas.
Wilayah Palestina Setelah Pendudukan Israel
Kelompok Islamis lain sebelumnya juga menang di beberapa kawasan. Hamas memenangi pemilu Palestina, mengalahkan Fatah yang lebih didukung Amerika Serikat dan sekutunya. Di Aljazair, pemilu pernah dimenangi partai islam (FIS), tapi dibatalkan militer dan menimbulkan pertumpahan darah panjang. Hingga kini Aljazair belum stabil.

Cita-cita politik yang lebih Islami mempesona lanskap politik Arab kontemporer. Kemudian hipotesanya, apakah kemenangan partai politik islam di Timur Tengah adalah proses alamiah dari masyarakat dunia Islam?
Untuk menjawab hipotesa tersebut, kita harus kembali ke awal perkembangan Islam.

Hubungan antara Negara dan Islam pada masa rosulullah SAW adalah integral tidak terpisahkan. Rosulullah adalah pemimpin negara sekaligus pemimpin agama. Namun sejak Rosulullah meninggal, dan kepemimpinannya digantikan oleh sahabat, mulai terjadi konflik di internal Ummat Islam. Khususnya setelah wafatnya Khalifah Ali Bin Abi Thalib, dengan munculnya kelompok Islam Sunni dan Syiah.

Walau terjadi perpecahan di internal umat Islam, namun disatu sisi wilayah Islam semakin luas dibawah Khalifah penerusnya. Dengan luas wilayah Islam yang terdiri dari beragam etnik dan budaya, dibutuhkan aturan main untuk mengatur negara dan masyarakatnya yang disebut dengan syariah. Kebutuhan syariah ini kemudian memunculkan kalangan akademisi religius yang disebut dengan Ulama, yang tugasnya memformulasikan syariah tersebut berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist. Oleh sebab itu, Khalifah dalam masa tersebut cenderung sebagai pemimpin negara sedangkan permasalahan syariah Islam diserahkan kepada Ulama. Pembagian tugas tersebut berlangsung sampai tahun 1924 ketika sistem kekhalifahan dihapus oleh tokoh nasionalis sekuler Turki, Mustafa Kemal Ataturk.

Seiring dengan meredupnya masa kejayaan Islam dan meluasnya kolonialisme ke wilayah kesultanan Islam, maka paham sekularisme mulai menggantikan Islam sebagai dasar kehidupan masyarakat muslim mulai abad 19. Kolonialisme telah membentuk kelas menengah sekuler terdidik oleh barat. Seperti program politik etis di Indonesia yang memunculkan tokoh-tokoh nasionalis, yakni dr. Sutomo dan dr. Cipto Mangunkusumo, yang membentuk Budi Utomo, organisasi nasionalis sekuler pertama di Indonesia. Dan sejarah Indonesia mencatat munculnya tokoh nasionalis yang menjadi Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno.

Tidak hanya di Indonesia, tokoh-tokoh nasionalis sekuler didikan barat ini kemudian menduduki berbagai posisi penting di pemerintahan yang semakin menggerus basis tradisional dari kekuasaan atau pengaruh Ulama.

Semakin meluasnya pengaruh sekuler dalam tatanan masyarakat Islam, membuat resah kalangan menengah terdidik Islam yang sholeh. Sehingga pada abad 19 muncul sebuah gerakan “kembali kepada nila-nilai Islam” atau disebut gerakan Islam revivalis. Tokoh kunci gerakan Islam revivalis adalah Jamal al-Afghani, Muhammad Abduh dan Rashid Ridho. Dengan gerakan salafiyah, tokoh Islam diatas berupaya mendakwahkan ajaran untuk kembali pada tradisi religius asli dimasa-masa Nabi Muhammad SAW. Kemudian terinspirasi dari tulisan Rashid Ridho, Hasan al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin (persaudaraan muslim) di Mesir pada tahun 1928. Kemudian di India muncul tokoh Islam bernama Sayyid Abul Ala Maududi yang mendirikan Jama’ah Al Islamiyyah ditahun 1941, karena terinspirasi Hasan al-Banna. Tidak terkecuali di Indonesia, pada tahun 1912 terbentuk organisasi Islam Muhammadiyyah oleh K.H. Ahmad Dahlan yang terinspirasi gerakan Islam revivalis di Timur Tengah. Gerakan Islam revivalis diseluruh kawasan Islam saat itu dikenal dengan gerakan Pan–Islamisme.
 
Namun sampai meletusnya perang dunia II (PD II), gerakan Pan–Islamisme gagal membebaskan negara-negara Islam dari belengu kolonialisme. Kegagalan tersebut dikarenakan sampai pertengahan abad 20, masyarakat Muslim cenderung bergerak ke arah sekularisme, modernisme bahkan marxisme. Gerakan Pan–Islamisme minim dukungan dari kaum muslim sendiri. Contohnya, bagaimana pergulatan ideologi dalam proses pembentukan negara Indonesia. Sejarah mencatat proses dihilangkannya tujuh kata dalam sila pertama Pancasila dalam UUD 1945. Walaupun sebagian ahli sejarah menjelaskan bahwa hilangnya tujuh kata dalam sila pertama Pancasila, adalah konsensus Nasional pendiri bangsa. Namun secara tersirat, hal tersebut menandakan gerakan Pan-Islamisme tidak mendapat dukungan di Indonesia.

Pasca PD II, nasionalisme radikal merupakan filosofi politik yang dominan di negara-negara terjajah, mulai dari Indonesia sampai Aljazair. Indonesia dengan kepemimpinan Ir. Soekarno memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Kemudian di Timur Tengah muncul gerakan nasionalisme Arab radikal dengan Pemimpin kuncinya adalah Gamal Abdel Nasser dari Mesir, serta Muhammad Mossadegh dari Iran.
Kesamaan dari tiga pemimpin nasionalis diatas, yakni ingin memisahkan antara Islam dan negara, dengan cara menekan kelompok-kelompok Islam revivalis. Soekarno berupaya memberangus kelompok Masyumi, Gamal Abdel Nasser menekan dengan segala cara kelompok Ikhwanul Muslimin dan Ahmad Mosaadegh berupaya menekan para Mullah dari Kelompok Islam Syiah.

Namun, disinilah uniknya kelompok Islam revivalis. Disaat mereka ditekan habis-habisan olek kelompok nasionalis radikal, kelompok Islam ini bersedia bekerjasama dengan Amerika Serikat melalui CIA, untuk menggulingkan pemimpin nasionalis. Contohnya di Indonesia, ketika beberapa tokoh Masyumi ikut bergabung dengan pemberontak PRRI di Sumatera. Sudah jadi rahasia umum bahwa CIA adalah dalang pemberontakan PRRI. Demikian juga di Mesir, Amerika berusaha mendongkel Gamal Abdel Nasser dengan bantuan Ikhwanul Muslimin yang mendapat dukungan Arab Saudi. Hal yang sama dilakukan untuk mendongkel Ahmad Mosaddegh di Iran dengan memberikan dukungan kepada para Mullah diantaranya Ayatolah Khomenei dan Ayatolah Kashani. Namun usaha kudeta terhadap Pemimpin nasionalis radikal tersebut tidak berhasil.

Seiring berjalannya waktu, pemimpin nasionalis di Timur Tengah tidak mampu menjawab persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi rakyatnya, yaitu dibidang kesejahteraan rakyat. Kepercayaan rakyat terhadap Pemimpin nasionalis di Timur Tengah semakin menurun ketika pada tahun 1970-an banyak negara jatuh dalam krisis ekonomi.

Kemudian dalam tataran politis, jatuhnya Yerusalem dan sebagian wilayah Arab dalam perang enam hari dengan Israel semakin melemahkan legitimasi nasionalisme Arab. Kemudian berkecamuknya perang Irak, Afghanistan serta berbagai konflik di dunia Islam, yang tidak bisa diselesaikan oleh Pemimpin Nasionalis dan monarki, memunculkan rasa frustasi dikalangan dunia Islam, khususnya kelas menengah terdidik yang diwakili oleh Mahasiswa.

Rasa frustasi dan ketidakpuasan dibidang politik, ekonomi, hukum dan kehidupan sosial di Timur Tengah, membuat kelas menengah yang dimotori mahasiswa menjadi condong ke arah ideologi Islam. Pemuda terdidik dan kelas menengah perkotaan menjadi basis utama kader gerakan Islamis.
Mulai tahun 1990-an basis Islam bergeser menggarap kelas sangat miskin yang dirugikan langsung oleh praktek Pemerintahan yang korup dan tidak adil. Di kelas masyarakat miskin inilah gerakan Islam memberikan berbagai program atau layanan sosial yang menyentuh langsung persoalan rakyat. Rakyat miskin dan marginal menjadi basis masa yang besar bagi gerakan Islam.

Kalau kita analisa, revolusi yang terjadi di Timur Tengah diawali dengan isu ketidakpuasan kelas miskin kepada Pemerintah, kemudian isu tersebut ditangkap oleh kelas menengah dengan mengorganisir massa dalam rangka menumbangkan rejim yang berkuasa. Gerakan tersebut sangat mirip ketika Soeharto dilengserkan pada tahun 1998. Nyaris kelompok Islam berkuasa di Indonesia waktu itu. Namun reformasi yang dijalankan oleh kelompok Islam di Indonesia sangat prematur karena belum terkonsolidasikannya kekuatan-kekuatan Islam serta masih kuatnya ABRI/TNI sebagai penjaga ideologi sekuler.

Dari paparan diatas, tulisan ini bisa menjawab hipotesa diatas, bahwa bangkitnya politik Islam bukan proses alamiah dalam masyarakat Muslim, akan tetapi ada faktor lainnya, yaitu pemerintahan yang otoriter dan korup, adanya kesenjangan sosial ekonomi serta merosotnya legitimisasi politik baik di dalam maupun luar negeri pasca perang enam hari dengan Israel tahun 1967 serta peristiwa 11 September 2001.

Oleh karena itu momentum kebangkitan politik Islam di Timur Tengah harus mampu membawa Palestina ke pintu Kemerdekaan. Karena selama ini nasionalisme sekuler Arab tidak mampu memerdekakan Bangsa Palestina.

Wallahu’alam.

Sumber : http://www.kompasiana.com/ridwan78 

Notes From Lampung : NKRI Harga Mati Vs. Kesejahteraan Rakyat

Sejak menginjakan kaki di Tanah Sai Bumi Ruwai Jurai Lampung, Medio tahun 2011, Penulis sering melihat banner bertuliskan “NKRI Harga Mati” dan “Damai Itu Indah” dengan latar belakang Komandan Korem 043 Garuda Hitam Provinsi Lampung. Entah apakah supaya kondisi Provinsi Lampung ini kondusif atau mensosialisasikan sang Komandan Korem menjelang Pilgub Lampung.

Tapi banner tersebut seolah-olah tidak punya makna ketika berbagai kasus kekerasan terjadi di Provinsi Serambi Sumatra ini. Kekerasan dengan latar belakang SARA sering terjadi di wilayah yang disebut “Miniatur Indonesia” karena heterogenitas penduduknya. Mulai dari kasus Talang Sari dan Dipasena saat orde baru, kasus Mesuji serta yang terbaru  adalah Kasus Balinuraga di Lampung Selatan dan Kasus Bekri di. Lampung Tengah. Lampung sebagai “Miniatur Indonesia” sebenarnya bisa menjadi laboratorium kehidupan sosial politik di Indonesia diluar DKI Jakarta. Heterogenitas masyarakatnya bisa menjadi barometer kehidupan berbangsa dan bernegara. Jika Lampung agak “demam” dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka bisa dikatakan secara umum Indonesia juga sedang “demam” ,dan harus segera diberikan obatnya.